Senin, 08 Desember 2014

BAB 3 PART 1

“SOON-HEE SSI, sebaiknya pinggiran topimu diturunkan sedikit lagi. Wajahmu harus tertutup,” perintah Park Hyun-Shik.
Sandy bergumam tidak jelas, menyerahkan ponsel yang dipegangnya kepada Jung Tae-Woo, lalu menarik turun topi merahnya. “Kalau begini aku sendiri tidak bisa melihat apa-apa,” desahnya. “Paman sebenarnya ada di mana? Dia sedang meneropong kita atau semacamnya?”
Ia dan Jung Tae-Woo sedang berada di dalam mobil Jung Tae-Woo yang diparkir di lapangan parkir depan gedung tempat Park Hyun-Shik bekerja. Saat itu pukul sepuluh malam dan suasana di tempat parkir sepi sekali. Jung Tae-Woo yang mengenakan topi hitam dan kacamata hitam duduk di balik kemudi, Sandy duduk di sampingnya, sementara Park Hyun-Shik mengawasi mereka entah dari mana. Semua komunikasi dilakukan lewat ponsel. Mereka sudah siap menjalankan tahap pertama rencana.
Jung Tae-Woo menempelkan ponsel ke telinga dan berkata, “Sudah bisa dimulai.”
Ia menutup ponsel dan memandang Sandy yang sedang merapikan kepang rambutnya. “Sekitar semenit lagi kita keluar,” katanya pendek.
“Jadi kita hanya perlu keluar dari mobil, bergaya sebentar, lalu masuk kembali ke mobil?” tanya Sandy memastikan.
Jung Tae-Woo mengangguk. Ia diam, lalu, “Nah, sepertinya Hyong sudah siap dengan kameranya. Kita keluar sekarang.”
Mereka berdua keluar dari mobil dan mulai berjalan berdampingan.
“Kenapa jauh begitu?” tanya Jung Tae-Woo.
Sandy menoleh dan menyadari Jung Tae-Woo sedang mengomentari jarak antara mereka berdua yang terlalu jauh. “Kenapa? Kurasa ini sudah cukup dekat.”
32
“Orang-orang tidak akan percaya aku punya hubungan khusus denganmu kalau kau berdiri sejauh itu.”
Sandy berhenti berjalan dan memutar tubuh menghadap Jung Tae-Woo. “Menurutku seperti ini juga sudah lumayan. Kita tidak perlu sampai berpelukan supaya orang percaya kita punya hubungan khusus, kan?”
Jung Tae-Woo tertawa pendek. “Apanya yang lumayan? Tubuhmu kaku begitu dan jalanmu seperti robot.”
Sandy tetap diam.
Jung Tae-Woo balas menatapnya, lalu berkata, “Kita harus melakukan sesuatu.”
Sandy terkejut ketika Jung Tae-Woo melangkah mendekati dirinya. “Mau apa kau?” tanyanya, tapi saking gugupnya ia tidak bisa bergerak dari tempatnya berdiri.
Jung Tae-Woo berdiri tepat di depannya. Sandy baru menyadari betapa dirinya begitu pendek dibandingkan pria itu. Kepalanya sampai harus mendongak kalau ia mau melihat wajah Jung Tae-Woo.
“Hei, Jung Tae-Woo ssi, kau sebenarnya mau apa?” tanya Sandy sekali lagi ketika setelah beberapa saat Jung Tae-Woo hanya berdiri diam tanpa melakukan apa-apa. Ia tidak bisa melihat ekspresi Jung Tae-Woo dengan jelas karena laki-laki itu memakai kacamata hitam, tapi Sandy bisa melihat bibir pria itu membentuk seulas senyum.
“Aku? Hanya memberikan pose yang bagus untuk foto kita,” katanya santai, lalu ia mundur kembali.
Sandy mendengus pelan. “Lucu sekali.”
“Misi selesai,” kata Sandy ketika mereka sudah duduk kembali di dalam mobil. “Hhhh… lelahnya. Benar-benar pekerjaan yang berat.”
Tae-Woo tersenyum kecil mendengar gurauan Sandy. Ternyata gadis ini bisa bercanda juga. Tae-Woo yakin sebenarnya Sandy orang yang ramah, meski saat ini gadis itu lebih sering bersikap kaku dan menjaga jarak, bahkan terkadang cenderung dingin. Bagaimanapun hal itu wajar saja mengingat mereka tidak terlalu saling mengenal.
“Aku merasa seperti sedang main film,” Sandy menambahkan. “Mungkin seharusnya aku jadi aktris saja. Bagaimana menurutmu?”
“Teruslah bermimpi,” sahut Tae-Woo sambil menghidupkan mesin mobil.
Saat itu terdengar dering ponsel. Mereka berdua serentak mencari ponsel mereka. Yang berdering ternyata ponsel Tae-Woo.
“Sebaiknya kauganti nada dering ponselmu,” gerutu Sandy sambil memasukkan ponselnya kembali ke saku celana.
33
“Kenapa harus aku? Kau saja yang ganti,” kata Tae-Woo sebelum menjawab teleponnya. “Ya, Hyong… Sudah?”
Tiba-tiba ponsel Sandy berdering juga. Tanpa melihat siapa yang menelepon, Sandy langsung menjawab teleponnya. “Halo?”
Tae-Woo melihat gadis itu mendesah dan melepaskan topi merahnya. Siapa yang meneleponnya? Lamunan dalam benaknya buyar ketika ia sadar Park Hyun-Shik berulang kali menyebut namanya di telepon.
“Eh, apa, Hyong?... Oh, oke. Sampai jumpa besok,” kata Tae-Woo sebelum menutup ponsel.
“Aku? Sekarang? Sedang di luar,” kata Sandy dengan nada santai.
Tae-Woo memerhatikan alis Sandy terangkat ketika gadis itu mendengarkan jawaban orang di seberang sana.
“Sebentar lagi juga akan pulang. Kalau ada yang perlu dibicarakan, bicarakan nanti saja. Aku sekarang sedang sibuk. Tutup dulu ya.” Sandy langsung menutup teleponnya.
“Telepon dari siapa?” tanya Tae-Woo sambil lalu.
Sandy menoleh ke arahnya. “Teman,” sahut gadis itu pendek, lalu mengalihkan pembicaraan. “Kita sudah selesai sekarang? Paman bilang apa tadi?”
Tae-Woo memandang Sandy dengan kening berkerut. “Paman?” tanyanya heran. “Kenapa kau memanggil Hyong „paman‟? Dia kan belum setua itu. Kalau aku sih tidak akan sudi dipanggil „paman‟.”
Sandy baru akan membuka mulut untuk menjawab ketika Tae-Woo menambahkan, “Tapi terserah kau sajalah. Panggil saja dia „paman‟ atau apa pun sesukamu. Hyong tidak akan keberatan. Dia bukan orang yang suka ambil pusing untuk masalah seperti ini. Asal kau tidak memanggilnya „onni*‟ saja.”
Sandy menarik napas dan berdeham “Jadi Paman bilang apa tadi?” tanyanya sekali lagi.
“Katanya mungkin lusa foto-foto itu akan muncul di tabloid,” jawab Tae-Woo. Namun kemudian perkataannya selanjutnya seakan ditujukan kepada dirinya sendiri, “Harus lagi-lagi siap menghadapi wartawan. Tapi setidaknya reputasiku akan kembali seperti dulu…”
Tae-Woo menoleh dan mendapati Sandy sedang menatapnya dengan pandangan aneh. “Apa? Ada apa?”
“Boleh aku bertanya sesuatu?” tanya Sandy agak ragu.
“Apa?”
* Kakak, panggilan wanita kepada wanita yang lebih tua.
34
“Sebenarnya… kau gay atau bukan?”
Tae-Woo melepas kacamatanya dan menatap Sandy dengan kesal.
Tanpa menunggu jawaban, Sandy mengibaskan tangan. “Oh, baiklah, aku tidak akan bertanya lagi. Kau gay atau bukan juga bukan urusanku.”
Seperti rencana Park Hyun-Shik, hari Senin pagi foto-foto mereka sudah mucul di tabloid. Sandy baru memasuki ruang kuliah ketika Kang Young-Mi berlari ke arahnya.
“Hei, Han Soon-Hee!” seru Young-Mi dengan suara menggelegar.
Sandy mengerjapkan matanya dengan bingung, lalu setelah pulih dari kekagetannya, ia menggerutu, “Sudah kubilang berkali-kali jangan panggil nama lengkapku seperti itu. Memangnya „Sandy‟ terlalu susah diucapkan?”
“Dan sudah kubilang berkali-kali kalau aku tidak suka nama yang kebarat-baratan,” balas Young-Mi lalu melanjutkan, “Sekarang itu bukan masalah penting. Lihat ini!” Ia melambai-lambaikan tabloid tepat di depan wajah Sandy.
“Apa ini?” tanya Sandy. Ia harus mundur selangkah supaya bisa melihat jelas apa yang ingin diperlihatkan temannya itu.
“Jung Tae-Woo ternyata punya pacar!” kali ini seruan Young-Mi begitu keras sampai-sampai Sandy terlompat kaget.
Sandy melihat halaman depat tabloid itu dan menahan napas. Ia membaca judul utamanya “JUNG TAE-WOO DAN KEKASIH WANITA?” dicetak dengan ukuran besar. Di bawah judul itu ada tiga fotonya bersama Jung Tae-Woo. Foto-foto itu agak buram, tapi kenapa Sandy merasa dirinya terlihat begitu jelas?
Foto pertama memperlihatkan mereka berdua di dalam mobil. Jung Tae-Woo sedang memegang kemudi dan menoleh ke arahnya sambil tersenyum. Sandy sendiri juga sedang memandang pria itu dengan kepala dimiringkan sehingga wajahnya tertutup topi merahnya. Kapan mereka berpose seperti itu? Sandy sendiri tidak ingat.
Foto yang kedua diambil ketika mereka berjalan bersama. Foto itu diambil sedikit menyamping sehingga Sandy agak tertutup tubuh Jung Tae-Woo. Sandy memerhatikan foto itu dan mengerutkan kening. Seingatnya mereka tidak berdiri sedekat itu, tapi mungkin arah pengambilan fotonya yang menyebabkan mereka terlihat dekat.
Foto ketiga adalah saat Jung Tae-Woo berdiri tepat di depannya dan begitu dekat, Sandy sendiri berdiri tegak dengan kepala mendongak memandangnya. Lagi-lagi sudut pengambilan foto membuat foto itu terlihat bagus sekali dan wajah Sandy agak tertutup. Ditambah lagi Jung Tae-Woo sedang tersenyum dalam foto itu. Mau tidak mau Sandy kagum pada Park Hyun-Shik. Ternyata Paman pintar memotret.
35
“Kau lihat? Sudah lihat?” Young-Mi jelas-jelas terlihat kesal dan sedikit histeris. “Ternyata selama ini Jung Tae-Woo sudah punya kekasih. Siapa wanita itu? Artis? Kau tahu tidak, semua penggemarnya sedang shock saat ini.”
Sandy agak lega karena Kang Young-Mi tidak menyadari bahwa dirinyalah yang ada di dalam foto bersama Jung Tae-Woo. Ia melipat kembali tabloid itu, mengembalikannya kepada Young-Mi, lalu berkata, “Kenapa kesal? Bukankah ini malah membuktikan Jung Tae-Woo bukan gay?”
Young-Mi terdiam dan menimbang-nimbang. “Tapi kalau melihat dia dengan wanita lain, rasanya hatiku… aduh,” katanya dengan wajah memelas.
Sandy tertawa geli.
“Tapi… mungkin juga gadis ini bukan kekasihnya,” kata Young-Mi tiba-tiba.
“Memangnya apa yang membuatmu berpikir begitu?”
“Bisa saja kasusnya sama dengna kasusmu waktu itu. Jung Tae-Woo hanya mengantarmu dan tidak ada hubungan apa-apa di antara kalian. Lagi pula semua orang tahu wartawan suka membesar-besarkan masalah.”
Sandy cepat-cepat menoleh dan mendapati sahabatnya sedang memandangnya yakin. “Tapi menurutku yang ini memang benar. Di artikel ini bahkan juga tertulis ada sumber tepercaya yang menyatakan Jung Tae-Woo memang sudah punya pacar, kan? Lagi pula kalau dipikir-pikir, bukankah ini hal yang baik? Maksudku, bagi penggemar sepertimu, yang paling penting kan Jung Tae-Woo bukan gay alias suka wanita….”
Karena ekspresi kecewa Young-Mi belum berubah, Sandy menambahkan, “Kau juga tidak perlu histeris begitu. Kalaupun wanita di foto ini memang pacarnya, masih ada kemungkinan mereka berpisah. Kau berdoa saja supaya mereka cepat berpisah.”
“Kau bisa berkata seperti itu karena kau bukan penggemarnya! Aku penasaran sekali siapa wanita itu. Di sini juga tidak diceritakan siapa dia….” Young-Mi mengembuskan napas panjang. Mendadak dia menepuk tangan dan berkata penuh semangat, “Tapikau benar. Tidak apa-apa, sebentar lagi pasti ketahuan. Dia harus putus dengan Tae-Woo oppa*-ku!”
Sandy geleng-geleng menahan geli. Tapi sebelum senyumnya mereda, Young-Mi sudah berkata lagi, “Tapi ada yang aneh. Coba lihat foto-foto ini, Soon-Hee. Kenapa mereka berdua tidak bersentuhan? Mungkin memang bukan hal penting, tapi maksudku, orang pacaran bukannya suka berpegangan tangan kalau berjalan bersama?”
* * *
*Kakak, panggilan wanita kepada pria yang lebih tua.
36
Jung Tae-Woo sedang berada di kantor Park Hyun-Shik. Ia memegang tabloid yang memuat foto-fotonya bersama Sandy.
“Hyong ternyata pandai memotret,” kata Tae-Woo sambil tersenyum.
Park Hyun-Shik hanya mengangkat bahu menerima pujian itu. “Menurutku rencana kita cukup sukses karena sejak pagi kantor kita sudah dibanjiri telepon yang meminta kepastian dan wawancara denganmu.”
“Dia sudah melihat ini atau belum ya?” tanya Tae-Woo sambil meletakkan tabloid itu di atas meja.
“Soon-Hee ssi? Seharusnya sudah karena orang-orang juga akan membicarakan-nya,” sahut Park Hyun-Shik. Ia meraih tabloid itu dan mengamati foto-foto Tae-Woo dan Sandy. “Dia melakukannya dengan baik sekali, kan? Gadis yang tenang, mudah diajak kerja sama. Bagus juga dia bukan salah satu penggemarmu, jadi dia tidak histeris atau semacamnya.”
Tae-Woo hanya mengangkat bahu.
Park Hyun-Shik berkata pelan seperti merenung. “Ya, gadis yang tenang. Bahkan mungkin terlalu tenang… Tidakkah menurutmu dia terlalu mudah menyetujui permintaanmu?”
Tae-Woo mengangkat bahu lagi. “Tidak juga,” jawabnya.
“Dia tidak minta imbalan apa pun?” tanya Park Hyun-Shik lagi.
Tae-Woo mengingat-ingat. “Tidak.”
“Aneh,” gumam Park Hyun-Shik. Setelah berkata seperti itu, telepon di meja kerjanya berdering.
Sementara manajernya menjawab telepon, Jung Tae-Woo menimbang-nimbang apakah sebaiknya ia menelepon Sandy. Tak berapa lama akhirnya ia mengeluarkan ponselnya dan menekan angka sembilan.
Sandy dan Young-Mi sedang berjalan di halaman kampus sambil membicarakan Jung Tae-Woo dan pacar misteriusnya ketika Sandy mendengar namanya dipanggil.
Mereka berdua menoleh ke belakang dan melihat laki-laki tinggi besar sedang berlari-lari kecil menghampiri mereka.
Young-Mi menyikut lengan Sandy dan berbisik, “Mau apa lagi dia?”
Sandy mengerutkan kening dan menggeleng tanda tidak tahu.
Laki-laki itu berhenti di depan mereka berdua sambil tersenyum lebar. “Halo, kebetulan sekali bertemu kalian di sini. Mau makan siang? Ayo, kutraktir.”
Young-Mi meringis. “Kebetulan apanya?”
“Lee Jeong-Su ssi, sedang apa kau di sini?” tanya Sandy.
37
“Tidak ada alasan khusus,” jawab Lee Jeong-Su riang, seakan tidak menyadari nada ketus kedua gadis itu. “Kupikir karena sudah lama tidak bertemu, tidak ada salahnya kita makan siang bersama sambil mengobrol.”
“Pacarmu mana?” tanya Young-Mi tiba-tiba. “Dia tidak marah kalau kau makan siang bersama dua wanita? Ngomong-ngomong, kau masih bersama gadis yang waktu itu, kan? Atau sudah ada yang baru?”
Wajah Lee Jeong-Su memerah dan dia agak salah tingkah ketika menjawab, “Oh, dia sedang ada urusan di tempat lain. Ayolah, mumpung pekerjaanku sedang tidak banyak. Lagi pula aku ingin mengobrol dengan kalian. Oke?”
Sandy dan Young-Mi berpandangan. Mereka tahu mereka tidak bisa menghindar tanpa bersikap kasar kepada laki-laki seperti Lee Jeong-Su.
Mereka masuk ke restoran kecil yang sudah sering mereka datangi. Mereka baru saja duduk di meja kosong ketika Sandy mendengar ponselnya berbunyi. Ia menatap layar ponselnya. Ia tidak mengenal nomor telepon yang tertera di sana.
“Halo?”
“Sudah lihat?”
“Apa?” Dalam kebingungan Sandy menatap ponselnya, lalu menempelkannya kembali di telinga. “Siapa ini?”
Laki-laki di ujung sana mendengus kesal. “Kau tidak tahu?”
“Tidak.”
Sepi sebentar, lalu suara itu berkata dengan nada datar, “Ini Jung Tae-Woo.”
Sandy tersentak dan sontak menatap Young-Mi dan Jeong-Su bergantian. Kedua orang itu jadi ikut menatapnya dengan pandangan bertanya. Tepat pada saat itu pelayan datang dan menanyakan pesanan.
Sandy memalingkan wajah dan berkata dengan suara pelan di telepon, “Oh, kau rupanya. Ada apa?”
Sandy mendengar Jung Tae-Woo menarik napas di seberang sana. “Kau sudah lihat fotonya?” Nada suaranya sudah kembali seperti biasa.
“Sudah,” sahut Sandy. “Lalu bagaimana? Kau sudah ditanya-tanya?”
“Sore ini aku ada jadwal wawancara.”
“Soon-Hee, kau mau makan apa?” tanya Jeong-Su tiba-tiba.
Sandy menoleh dan menjawab, “Terserah. Pesankan saja untukku.”
“Kau tidak sedang sendirian?” tanya Tae-Woo.
“Aku sedang makan bersama teman.”
“Hei, kenapa tidak bilang dari tadi? Kau bisa membongkar rencana kita.”
“Lho, kenapa marah-marah? Kau sendiri tidak bertanya dulu, lagi pula aku kan tidak bilang apa-apa ke siapa pun.”
Jung Tae-Woo terdiam sebentar, lalu berkata, “Malam ini jam tujuh kau harus ke rumah Hyun-Shik Hyong. Ada yang ingin dibicarakan. Mengerti?”
Wajah Sandy berubah kesal, tapi ia berkata, “Ya, ya, mengerti. Tapi rumahnya di mana?”
Sandy mengeluarkan secarik kertas dan bolpoin dari dalam tasnya. Setelah mencatat alamat Park Hyun-Shik seperti yang disebutkan Jung Tae-Woo, ia menutup ponsel dan mendapati Young-Mi dan Jeong-Su sedang memerhatikannya.
“Dari siapa?” tanya Jeong-Su.
“Teman,” sahut Sandy ringan sambil tersenyum kecil. “Makanannya sudah dipesan?”
Tae-Woo menutup ponselnya sambil melamun.
“Kau sudah memintanya datang ke tempatku nanti malam?” tanya Park Hyun-Shik membuyarkan lamunannya.
“Sudah,” jawabnya pelan.
“Kau juga nanti malam jangan datang terlambat,” kata manajernya sambil mengenakan jas. “Ayo, kita pergi makan siang. Mau makan apa?”
“Hyong,” panggil Tae-Woo tiba-tiba.
“Apa?”
“Hyong pernah mencari informasi tentang Han Soon-Hee. Apakah Hyong sudah mengecek dia punya pacar atau tidak?”
“Memangnya kenapa?”
“Tadi ketika aku meneleponnya, dia sedang bersama laki-laki. Kalau memang dia punya pacar, pacarnya bisa tahu soal kita.”
Park Hyun-Shik berpikir. “Nanti malam kita bisa menanyakannya langsung pada Soon-Hee ssi. Ayolah, kita pergi makan dan setelah itu kau harus bersiap-siap untuk wawancara.”
“Jadi kau sudah mengatakannya pada wartawan?” tanya Sandy sambil menjepit sepotong daging panggang dengan sumpit dan memasukkannya ke mulut.
Mereka bertiga—Jung Tae-Woo, Park Hyun-Shik, dan dia sendiri—sudah berkumpul di apartemen Park Hyun-Shik yang besar dan mewah. Ketika Sandy datang, kedua laki-laki itu baru akan mulai memanggang daging. Hyun-Shik berkata makan malam ini adalah ucapan terima kasihnya atas bantuan Sandy.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar