Selasa, 23 Desember 2014

BAB 12 PART 1

“KAu sedang membaca atau tidak?”
Sandy tersadar dari lamunan dan mengangkat wajah. Kang Young-Mi yang duduk di hadapannya sedang memerhatikannya dengan alis terangkat.
“Mm?”
Young-Mi menutup buku yang dibacanya dan melipat tangan di meja. “Kita masuk ke perpustakaan ini satu jam lalu. Tapi selama setengah jam terakhir kau hanya memelototi halaman yang itu-itu terus. Kau memegang bolpoin, tapi tidak menulis. Kau melihat buku, tapi tidak membaca. Han Soon-Hee, apa yang sedang kaupikirkan?”
Sandy tertawa kecil dan membalikkan halaman bukunya. “Tidak ada. Hanya sempat bosan dan melamun sebentar.”
Young-Mi mengetuk-ngetukkan jari di meja. “Jung Tae-Woo tidak menghubungi-mu?”
“Mm,” gumam Sandy tanpa memandang temannya. “Sudah hampir satu bulan aku tidak berhubungan dengannya. Lagi pula untuk apa? Masalah di antara kami sudah selesai. Aku sudah membantunya seperti yang dia minta. Tidak ada lagi yang bisa kulakukan.”
“Untunglah wartawan berhenti mengejar-ngejarmu,” kata Young-Mi. “Akhirnya, meski sudah tahu namamu, mereka belum pernah mendapatkan foto-fotomu yang jelas. Kau tidak mungkin hidup setenang ini kalau wajah aslimu terpampang di media cetak.”
Saat itu ponsel Sandy yang tergeletak di meja bergetar pelan. Ia meraihnya dan membaca tulisan yang muncul di layar. Lee Jeong-Su.
“Halo?”
“Soon-Hee, punya waktu sekarang?” suara laki-laki itu terdengar lesu.
125
Sandy ragu sejenak. “Ada apa?”
“Keluarlah sebentar. Ada yang ingin kubicarakan denganmu.”
Sandy menutup ponsel dan memandang Young-Mi.
“Kenapa? Lee Jeong-Su mau bertemu lagi?” tebak Young-Mi.
Sandy tersenyum samar dan membereskan buku-bukunya. “Aku pergi dulu ya?”
Langit sudah nyaris gelap ketika Sandy tiba di depan kafe yang disebutkan Jeong-Su. Dari tempatnya berdiri, ia bisa melihat laki-laki itu sudah menunggunya di dalam. Lee Jeong-Su sedang duduk bersandar di sana dengan segelas air putih di meja. Sesekali ia melirik jam tangan dan mengusap wajah dengan kedua telapak tangan.
Sandy masih ingat betapa dulu ia sangat memercayai laki-laki itu. Betapa dulu ia sangat menyukainya.
Sandy membuka pintu kafe dan terdengar bunyi dentingan halus. Pelayan menghampirinya dan Sandy segera berkata padanya bahwa temannya sudah menunggu. Dengan langkah ringan, Sandy menghampiri Lee Jeong-Su. Laki-laki itu duduk membelakangi pintu, sehingga tidak menyadari kehadiran Sandy.
“Sudah menunggu lama?” tanya Sandy sambil menarik kursi di hadapan Jeong-Su lalu duduk.
Jeong-Su tersentak dan senyumnya mengembang. “Oh, tidak. Aku juga baru datang.”
“Jus jeruk,” kata Sandy kepada pelayan yang menanyakan pesanannya.
Setelah pelayan itu pergi, Sandy memandang Lee Jeong-Su. “Ada apa memanggilku ke sini?”
“Bagaimana kabarmu?”
Sandy tersenyum. “Baik-baik saja. Seperti yang kaulihat. Kau sendiri?”
Lee Jeong-Su meneguk airnya, lalu terdiam sejenak. Akhirnya ia berkata, “Aku sudah berpisah dengannya.”
“Oh? Memangnya kenapa?”
Jeong-Su menatap mata Sandy dan menjawab dengan nada yakin, “Karena kukatakan padanya aku masih belum bisa melupakanmu.”
Alis Sandy terangkat karena terkejut. “Apa?”
“Itu benar,” kata Jeong-Su menegaskan.
Saat itu pelayan mengantarkan jus jeruk yang dipesan Sandy. Sandy mengucapkan terima kasih dengan kikuk, lalu kembali memandang Lee Jeong-Su. Laki-laki itu begitu tampan, dan selama mereka bersama ia selalu bersikap baik kepada Sandy. Tentunya sampai laki-laki itu meninggalkannya. Namun dari dulu, salah satu kelemahan Lee
126
Jeong-Su adalah tidak bisa memantapkan keputusan. Ia tidak bisa bertahan lama pada satu pendirian.
“Soon-Hee, bisakah kau memberiku kesempatan sekali lagi?” tanyanya. Raut wajahnya begitu bersungguh-sungguh. Sandy bisa merasakan laki-laki itu memang serius.
Perlahan Sandy mengaduk jus jeruknya. “Aku akan jujur padamu. Ketika kita berpisah dulu, selama beberapa waktu perasaanku kacau sekali. Aku tidak mengerti kenapa kau meninggalkanku. Aku selalu berpikir, apa yang sudah kulakukan... apa yang belum kulakukan... sampai kau bisa membuat keputusan seperti itu.”
Lee Jeong-Su bergerak-gerak gelisah di kursinya.
“Selama beberapa waktu, aku sering memikirkanmu dan segala hal yang berhubungan denganmu,” Sandy melanjutkan. “Tapi kemudian segalanya berubah. Perlahan-lahan, entah sejak kapan dan entah bagaimana, ada sesuatu yang lain yang menggantikan dirimu dalam pikiranku.”
Lee Jeong-Su menatap gelasnya. “Maksudmu?”
Sandy tidak menjawab. Ia hanya meminum jus jeruknya dengan pelan.
Lee Jeong-Su mengangkat wajahnya dan menatap Sandy. “Kau sungguh-sungguh tidak bisa—setidaknya mau mencoba—kembali padaku?”
Sandy menarik napas, lalu berkata, “Aku bisa melupakan semuanya, tapi aku tidak akan kembali pada orang yang sudah meninggalkanku.”
Lee Jeong-Su tidak mengatakan apa-apa. Ia hanya menatap Sandy dengan pandangan menerawang.
“Sudah lihat?”
Tae-Woo tidak menjawab. Ia terus memandangi tabloid yang tadi disodorkan manajernya. Ada artikel yang menyebutkan hubungan Jung Tae-Woo dan kekasihnya mulai retak karena kekasihnya itu menemui pria lain. Pria lain? Apakah mantan pacar Sandy?
“Kau sudah menghubungi Sandy?”
Tae-Woo mendengar pertanyaan itu, tapi tidak menjawab. Ia tidak bisa menjawab. Ia sedang berpikir.
“Tae-Woo.”
Sepertinya Park Hyun-Shik mulai kehilangan kesabaran. Tae-Woo mengangkat wajah dan meletakkan tabloid itu di meja kerja manajernya.
“Belum, aku belum menghubunginya,” jawabnya tenang.
“Kenapa kau bisa setenang itu? Kau sudah punya rencana?” desak Park Hyun-Shik.
127
Tae-Woo menggeleng dan tersenyum. “Tidak juga. Hyong mau aku melakukan apa? Bukankah sudah pernah kukatakan bantuan Sandy kepada kita sudah selesai. Dia bukan kekasih Jung Tae-Woo lagi, baik di dalam maupun di luar foto.”
Park Hyun-Shik jelas terlihat bingung mendengarnya. “Jadi maksudmu, kau akan membiarkan masalah ini? Bagaimana kau akan menghadapi wartawan kalau mereka bertanya?”
“Aku bisa menghadapinya. Hyong tenang saja.”
“Aku heran, sudah satu bulan terakhir ini kau tidak menghubungi Sandy,” kata Park Hyun-Shik setelah terdiam beberapa saat. “Kau benar-benar tidak mau bertemu dengannya lagi?”
Tae-Woo hanya tersenyum.
Park Hyun-Shik mengerutkan kening. “Biasanya aku tidak pernah salah tentang hal-hal seperti ini.”
“Hal-hal seperti apa?”
“Kukira kau menyukainya. Apakah aku salah?”
“Tidak.”
“Lalu?”
“Aku sudah ditolaknya.”
“Ah, begitu? Lalu kau menyerah begitu saja?”
“Tidak.”
“Aku tidak mengerti. Sekarang kau sama sekali tidak menghubunginya. Apa maksudmu dengan tidak menyerah?”
Senyum Tae-Woo bertambah lebar. Ia mengedipkan mata ke arah manajernya, tapi tidak berkata apa-apa.
“Soon-Hee! Soon-Hee!”
Sandy sedang duduk melamun di bangku panjang di taman kampus ketika ia mendengar namanya dipanggil. Ia menoleh dan melihat Kang Young-Mi berlari ke arahnya. Benar-benar berlari. Ia tak pernah melihat temannya itu berlari sebelumnya.
“Astaga, capek sekali,” kata Young-Mi dengan napas terengah-engah begitu ia tiba di samping Sandy.
“Sini, duduk dulu,” kata Sandy sambil bergeser memberi tempat untuk temannya.
Tanpa berkata apa-apa, Young-Mi menyodorkan tabloid yang sedang dipegangnya kepada Sandy. Perhatian Sandy langsung tertuju pada artikel yang terpampang di hadapannya.
“Apa ini?” tanyanya dengan kening berkerut.
128
Young-Mi masih sibuk mengatur napas sehingga tidak bisa menjawab.
Sandy membaca artikel itu tanpa bersuara. Setelah selesai, ia melipat kembali tabloid tersebut dan menarik napas.
“Bagaimana?” tanya Young-Mi.
Sandy mengangkat bahu. “Aku tidak tahu bagaimana mereka bisa menulis berita seperti ini.”
Young-Mi mengibaskan tangan dengan tidak sabar. “Bukan itu. Maksudku, apakah menurutmu Jung Tae-woo yang mengatakan pada wartawan? Bukankah kau memang tidak membantunya lagi? Jadi bagaimanapun Jung Tae-Woo memang harus „putus‟ dengan „pacarnya‟.”
Sandy tertegun, lalu memiringkan kepala. “Entahlah,” katanya.
“Kau tidak mau bertanya kepadanya?”
Sandy berpaling ke arah temannya dengan kaget. “Tanya apa?”
Young-Mi mendengus jengkel. “Astaga, kau...”
Bagaimana ia bisa bertanya pada Jung Tae-Woo? Sudah satu bulan mereka tidak bertemu dan berbicara. Lagi pula, Jung Tae-Woo memang tidak mungkin memperta-hankan cerita tentang kekasihnya, sementara orang yang membantunya menjadi “pacar” sudah tidak mau membantu lagi.
Young-Mi menatap temannya yang duduk di sampingnya dengan kesal. Ia tidak bisa percaya Sandy tidak mau melakukan apa-apa tentang artikel yang ditunjukkannya itu. Menurutnya, setidaknya Sandy bisa menelepon Jung Tae-Woo dan bertanya atau menjelaskan situasi yang sebenarnya. Atau apa pun. Tapi anak bodoh itu hanya duduk melamun. Walaupun orang-orang masih tidak mengenali Han Soon-Hee yang sedang duduk melamun seperti orang bodoh ini sebagai Han Soon-Hee pacarnya Jung Tae-Woo, Young-Mi merasa temannya ini harus tetap menjaga nama baiknya. Kenapa anak itu tidak keberatan disebut-sebut sebagai tukang selingkuh?
Young-Mi mengibaskan rambut ke belakang dengan perasaan jengkel. Bisa jadi malah Jung Tae-Woo yang mengatakan semua cerita itu pada wartawan untuk menyelamatkan reputasinya sendiri. Ya, itu mungkin saja.
“Hei, Soon-Hee. Bagaimana kalau Jung Tae-Woo yang melakukan semua itu?” desaknya sekali lagi.
Alis Soon-Hee terangkat. “Menurutmu begitu?”
Young-Mi mengangkat bahu. “Mungkin saja, bukan? Makanya, kenapa kau tidak bertanya langsung kepadanya?”
129
Sebelum Sandy sempat menjawab, ponselnya berbunyi. Young-Mi melihat temannya buru-buru mengeluarkan ponsel dari dalam tas dan membukanya.
Jung Tae-Woo?
“Halo?” Raut wajah Soon-Hee berubah sedikit.
Bukan Jung Tae-Woo.
“Ya, Mister Kim... Ya? Sekarang? ... Ya, saya mengerti.”
Sandy menutup ponselnya dan tersenyum kepada Young-Mi. “Young-Mi, aku harus pergi sekarang, Mister Kim memintaku menemuinya.”
“Bosmu memang drakula penghisap darah,” celetuk Young-Mi. “Kau selalu bilang mau berhenti, tapi tidak pernah sekali pun mulai menulis surat pengunduran diri.”
“Setidaknya jadwal kuliahku tidak pernah terganggu gara-gara dia,” Soon-Hee membela atasannya. “Aku pergi dulu ya?”
Young-Mi memandangi temannya yang berjalan pergi, lalu memandang tabloid yang sedang dipegangnya.
Sebaiknya masalah ini cepat diluruskan, sebelum para penggemar Jung Tae-Woo mengamuk. Han Soon-Hee tidak tahu bagaimana liarnya para penggemar Jung Tae-Woo kalau sudah dipancing. Mereka tidak akan rela idola mereka dicampakkan seorang wanita.
Semoga saja masalah in cepat selesai.
“Miss Han, terima kasih karena sudah datang. Oh, terima kasih,” Mister Kim menyambut Sandy dengan penuh semangat di dalam studionya yang seperti biasa; berantakan. Hari ini rambut Mister Kim dicat kuning dan tubuhnya dibungkus jaket kulit panjang yang kelihatannya sangat tebal. Sandy bertanya-tanya apakah Mister Kim tidak merasa gerah.
Mister Kim menggerak-gerakkan jari tangannya ke arah beberapa pakaian yang dibungkus plastik bening yang tergeletak di meja bundar di sudut ruangan. “Tolong antarkan kepada Jung Tae-Woo, ya?”
Sandy mengerjap-ngerjapkan matanya. Siapa?
“Seperti yang kaulihat, Miss Han, aku sedang sibuk sekali dan tidak ada yang bisa membantuku...”
Harus diantarkan kepada siapa?
“... Antarkan saja ke rumahnya. Kau sudah punya alamat rumahnya, bukan? ...”
Ke rumahnya? Rumah Jung Tae-Woo?
“... Jangan bilang kau sudah menghilangkan alamat itu, Miss Han. Aku sendiri tidak tahu lagi di mana kusimpan alamatnya...”
Apa yang harus kukatakan kalau kami bertemu?
130
“... Katakan saja model pakaian itu bisa menjadikannya trendsetter di kalangan anak muda...”
Apakah Mister Kim membaca pikiranku?
“... Nah, ide-ideku sedang berontak ingin keluar dari otak. Aku sedang merasa kreatif sekali...”
Tidak, dia tidak membaca pikiranku.
“... Jadi pergilan sekarang juga, Miss Han, dan biarkan aku sendiri dengan ide-ideku.”
“Menemui Jung Tae-Woo?” tanya Sandy agak bingung karena terlalu banyak hal yang berlalu-lalang di benaknya.
“Bukan, ayahnya,” celetuk Mister Kim dari balik meja kerjanya, lalu melanjutkan tanpa menunggu tanggapan, “tentu saja Jung Tae-Woo. Bukankah pakaian itu untuk dia? Ayo, Miss Han, gerakkan kakimu.”
“Oh, ya.” Sandy cepat-cepat menghampiri meja bundar dan mengangkat pakaian-pakaian yang ditunjukkan atasannya tadi.
Ketika ia memegang kenop pintu untuk membukanya, Mister Kim memanggil. Sandy berbalik menunggu perintah selanjutnya.
Mister Kim sedang memegang tabloid, tabloid yang sama dengan yang ditunjukkan Young-Mi tadi.
“Asal kau tahu saja, Miss Han. Aku tidak percaya sedikit pun berita ini,” kata Mister Kim tiba-tiba sambil menunjuk artikel yang membahas Sandy itu. “Jadi cepat selesaikan.”
Sandy kaget. apakah Mister Kim tahu tentang dirinya dan Jung Tae-Woo? Tidak mungkin.
Karena tidak tahu harus bersikap bagaimana, Sandy hanya memaksakan seulas senyum, lalu cepat-cepat keluar dari ruangan itu.
Sandy sendiri tidak mengerti kenapa ia enggan bertemu Jung Tae-Woo. Mungkin karena kata-kata Jung Tae-Woo ketika mereka bertemu terakhir kali itu. Mungkin juga karena sudah lama tidak saling berbicara, jadi kalau harus mulai bicara lagi, sepertinya agak aneh. Apa yang harus dikatakannya?
Sandy mendesah pelan sambil berjalan menyusuri jalan menuju rumah Jung Tae-Woo.
“Mm? Mobil itu... seperti mobil Jung Tae-Woo,” Sandy bergumam sendiri ketika melihat mobil merah yang diparkir di jalan itu, tidak terlalu jauh di depannya. Ia menyipitkan mata memerhatikan mobil tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar