Selasa, 23 Desember 2014

BAB 5

“BERUNTUNG sekali kita bisa dapat tiket ini. Tempat duduk kita di barisan paling depan, lagi! Kau tahu tidak, tiketnya sudah habis terjual dalam setengah jam! Tapi kurasa itu bukan berita aneh. Sudah empat tahun Jung Tae-Woo tidak mengeluarkan album, makanya aku yakin albumnya kali ini pasti hebat,” kata Young-Mi sambil mencium tiket masuk acara jumpa penggemar Jung Tae-Woo. “Apakah aku harus menelepon Mister Kim dan mengucapkan terima kasih?”
“Ah, tidak usah. Aku sudah berterima kasih padanya,” sahut Sandy cepat-cepat.
Park Hyun-Shik memenuhi janjinya dan memberikan dua lembar tiket kepada Sandy. Tentu saja Sandy langsung mengajak Kang Young-Mi dan karenanya ia harus mengarang cerita tentang asal-usul tiket itu. Ia berkata pada Young-Mi bahwa Mister Kim yang menghadiahkan tiket itu untuknya karena sudah menyelesaikan tugas dengan sempurna. Yang benar saja! Kalau Mister Kim pernah sebaik itu pada orang, namanya sudah pasti bukan Mister Kim. Tapi Young-Mi sama sekali tidak curiga dengan cerita itu.
Mereka tiba di tempat acara jumpa penggemar diselenggarakan dan melihat ratusan gadis remaja berkerumun di pintu masuk. Ternyata penggemar setia Jung Tae-Woo banyak sekali. Mereka membawa spanduk-spanduk besar, balon, dan papan karton yang bertuliskan nama Jung Tae-Woo. Sandy masih belum memahami kenapa orang-orang itu begitu tergila-gila pada Jung Tae-Woo walaupun ia sudah menghabiskan waktu bersama laki-laki itu seminggu terakhir ini. Ia bertanya-tanya apakah ia akan merasa aneh melihat Jung Tae-Woo berdiri di panggung dan menyanyi.
“Kali ini mereka membatasi jumlah penonton,” celetuk Young-Mi. “Acara jumpa penggemar yang sebelumnya jauh lebih ramai.”
Sandy mengalihkan pandangan dari kerumunan penggemar Jung Tae-Woo kepada temannya. “Benarkah?”
Kang Young-Mi mengangguk tegas. “Tentu saja. Aku juga datang ke acara jumpa penggemar yang dulu itu. Wah, yang datang banyak sekali. Kau tidak akan bisa membayangkannya. Waktu itu aku sampai susah bernapas. Tidak heran kalau banyak penggemarnya yang jatuh pingsan di acara itu, malah ada yang sampai meninggal. Aku pernah cerita, kan? Kau ingat, Soon-Hee?”
Sandy mengangguk dan merenung. “Aku pernah dengar tentang kejadian itu, tapi karena belum pernah menghadiri acara seperti ini, aku tidak tahu suasananya seperti apa.”
Kang Young-Mi tersenyum dan menggandeng lengan Sandy. “Walaupun jumlah penontonnya sudah dikurangi, aku yakin mereka tetap liar. Kau akan bisa merasakan suasananya. Oh ya, Jung Tae-Woo masih ingat padamu, tidak ya?”
Sandy menatapnya kaget. “Maksudmu?”
Young-Mi mendecakkan lidah. “Bukankah waktu itu kau sempat ke rumahnya, bahkan dia mengantarkanmu pulang? Hei, kauingatkan saja dia! Sewaktu acara pembagian tanda tangan nanti, bilang kau pernah berjumpa dengannya. Setelah itu kita pasti bisa mengobrol lebih lama. Ya? Ya? Kau harus menarik perhatiannya kepada kita.” “Apa? Bukannya sudah kubilang aku tidak mau orang-orang sampai tahu malam itu aku bertemu dengannya?” sahut Sandy. “Aku tidak mau terlibat gosip semacam itu.” Oh ya, ia tahu benar ucapannya ini bertolak belakang dengan keputusannya membantu Jung Tae-Woo.
“Kalau begitu tidak usah terang-terangan. Kau bisa memberikan petunjuk-petunjuk yang bisa membuatnya—“
“Hei, Kang Young-Mi! Sudahlah, kita masuk saja,” potong Sandy sambil cepat-cepat menarik tangan temannya masuk ke gedung.
Acara dimulai dan Jung Tae-Woo muncul diiringi jeritan para penggemarnya. sandy agak terperangah karena para penggemar jung Tae-Woo benar-benar penuh semangat dan jeritan mereka mengagumkan. Young-Mi juga menjerit dan mengibas-ngibaskan balon yang dipegangnya keras-keras. Melihat temannya seperti itu, Sandy jadi ikut bersorak dan menjerit walaupun suaranya sudah jelas tidak terdengar di antara lengkingan penggemar-penggemar lain yang lebih ahli dalam hal ini. Sandy melihat Jung Tae-Woo berdiri di depan penonton sambil tersenyum lebar dan melambaikan
52
tangan. Pria itu mengenakan kaus hitam, jaket putih, celana panjang putih, juga syal hitam-putih yang dibelinya bersama Sandy.
Kemudian Jung Tae-Woo mulai bernyanyi dan Sandy membiarkan dirinya dipengaruhi para penggemar Jung Tae-Woo yang liar. Ia ikut berteriak-teriak dan mengibas-ngibaskan balon seperti Young-Mi. Sandy mengakui suara Jung Tae-Woo memang bagus, sehingga ia tidak sempat memikirkan apakah memang terasa aneh melihat laki-laki itu di panggung.
Jung Tae-Woo menyanyikan lagu-lagu dari album barunya, diselingi perbincangan singkat dengan para penonton. Para penggemarnya terus saja menjerit-jerit kesenangan, bahkan tidak sedikit yang jatuh pingsan. Yang berikutnya adalah acara pembagian tanda tangan. Sandy dan Young-Mi ikut antre.
Sandy melihat para penggemar satu per satu menjabat tangan Jung Tae-Woo dan tersenyum bahagia, ada juga yang menangis saking gembiranya. Senyum ramah Jung Tae-Woo tidak pernah lepas dari wajahnya. Kadang-kadang ia berbicara pendek dan bercanda sebentar dengan beberapa penggemar. Sandy bertanya-tanya dalam hati apakah laki-laki itu tidak merasa lelah.
Ketika giliran Sandy dan Young-Mi sudah hampir tiba, Sandy bisa mendengar percakapan antara Jung Tae-Woo dan penggemarnya. Umumnya si penggemar akan memuji penampilan dan lagunya, lalu Jung Tae-Woo akan berterima kasih dengan sopan dan ramah sekali, setelah itu ia akan menanyakan nama si penggemar dan membubuhkan tanda tangan di atas CD, poster, atau apa pun yang disodorkan kepadanya.
Ketika akhirnya Sandy berdiri di depan Jung Tae-Woo, laki-laki itu tidak terlihat terkejut saat melihatnya. Sandy mencoba bersikap seperti kebanyakan penggemar Jung Tae-Woo yang lain dan menyodorkan CD Jung Tae-Woo yang baru dibelinya tadi.
“Tae-Woo Oppa, aku suka lagumu,” kata Sandy dengan menggebu-gebu. Ia tidak memedulikan Young-Mi yang terus-menerus menyikutnya.
Ia mendengar Jung Tae-Woo terbatuk pelan dan membubuhkan tanda tangan di sampul depan CD yang ia sodorkan. Kemudian dengan senyumnya yang biasa, ia mengembalikan CD itu kepada Sandy. Sandy langsung meraih dan meremas tangan Jung Tae-Woo yang menjulurkan CD, membuat laki-laki itu agak terperanjat.
“Terima kasih, Tae-Woo Oppa. Terima kasih. Aku cinta padamu,” serunya gembira. Di dalam hati ia tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi wajah laki-laki itu.
Ketika berjalan kembali ke tempat duduknya, Sandy melihat Park Hyun-Shik berdiri tidak jauh dari Jung Tae-Woo. Park Hyun-Shik juga melihatnya. Sandy membungkukkan badan sedikit untuk memberi salam yang dibalas Park Hyun-Shik
53
dengan senyuman dan acungan jempol. Pasti paman yang satu itu sudah melihat adegan kecil tadi.
Setelah acara tanda tangan selesai, pembawa acara mengumumkan Jung Tae-Woo akan membagikan hadiah khusus kepada sepuluh penggemar.
“Wah! Dia mau membagikan hadiah! Apa ya?” Young-Mi begitu bersemangat sampai tidak berhenti bergerak-gerak di tempat duduknya.
“Topi,” jawab Sandy tanpa sadar.
Jung Tae-Woo yang berdiri di samping pembawa acara berkata ia akan menghadiahkan sepuluh topi yang sudah dibelinya sendiri. Kepala Young-Mi langsung menoleh ke arah Sandy.
“Bagaimana kau bisa tahu?” tanyanya curiga.
Sandy menjadi serbasalah dan buru-buru berkata, “Cuma asal tebak. Biasanya artis suka memberikan hadiah topi. Kalau bukan topi ya gantungan kunci atau bros.”
Young-Mi tersenyum. “Mungkin kau benar. Dulu dia pernah memberikan hadiah bros untuk penggemarnya. Sayangnya waktu itu aku tidak kebagian.”
Topi-topi itu dibagikan kepada penggemar yang memenuhi syarat. Misalnya ketika pembawa acaranya bertanya siapa yang membawa poster resmi Jung Tae-Woo yang pertama, atau penggemar yang datang dari jauh, dan sebagainya. Ada juga yang dipilih secara acak dengan melemparkan bola, dan barang siapa yang menangkap bola itu akan mendapatkan hadiah. Semua orang bersenang-senang termasuk Sandy dan Young-Mi.
“Nah, sekarang kami hanya punya satu topi terakhir,” kata pembawa acara yang disambut jeritan para penggemar. Entah itu jeritan kecewa atau bahagia karena bagi telinga Sandy jeritan penggemar Jung Tae-Woo terdengar sama saja.
“Itu punyaku!” seru Young-Mi sekeras-kerasnya, berusaha mengalahkan teriakan penggemar lain sambil melambai-lambaikan kedua tangan ke arah si pembawa acara.
“Mungkin kalian ingat, sebelum acara dimulai kami meminta kalian menuliskan nomor ponsel kalian pada secarik kertas dan memasukkannya ke kotak besar yang di sana itu. Kalian tahu apa maksudnya?” tanya si pembawa acara.
terdengar gemuruh gumaman dari para penonton sementara mereka melihat ke kanan-kiri dan bertanya-tanya.
“Saya akan menjelaskannya,” kata si pembawa acara lagi dan suasana pun menjadi hening. “Begini, Jung Tae-Woo akan memilih salah satu nomor telepon di dalam kotak itu secara acak dan dia akan menghubungi nomor telepon itu. Barang siapa yang ponselnya nanti berbunyi, majulah ke depan, dan topi terakhir ini akan menjadi miliknya. Sekarang kalian harus memegang ponsel kalian dan pastikan ponsel kalian dalam keadaan aktif.”
54
Semangat para penonton melambung tinggi dan mereka sibuk mengeluarkan ponsel mereka. Sandy merasa ia sudah menjadi penggemar fanatik karena ia juga sedang memegang ponselnya penuh harap seperti Young-Mi.
“Sudah siap? Kita mulai ya?” seru Jung Tae-Woo yang disambut jeritan para penggemar.
Ia memasukkan tangannya ke kotak besar itu dan mengaduk-aduk, lalu mengeluarkan secarik kertas kecil. Para penggemar masih terus menjerit-jerit. Lalu Jung Tae-Woo mengeluarkan ponselnya sendiri dan membuka flap-nya. Jeritan ribuan penggemarnya semakin menjadi-jadi. Pembawa acara pun harus menenangkan para penonton dengan berkata mereka tidak mungkin bisa mendengar dering telepon kalau semua orang terus menjerit sepenuh hati seperti itu. Akhirnya suasana kembali hening, kini hanya terdengar bisikan lirih di sana-sini.
Jung Tae-Woo menekan-nekan tombol ponsel sambil melihat kertas kecil di tangannya, lalu menempelkan ponsel itu ke telinga. Kertas kecil tadi dimasukkan kembali ke kotak.
Detik-detik menunggu hubungan tersambung terasa begitu lama. Semua roang di sana menatap ponsel mereka penuh harap. Tiba-tiba terdengar nada panggil.
“Astaga!” Sandy berteriak kaget ketika ponsel yang digenggamnya berbunyi nyaring.
“Soon-Hee, ponselmu!” Young-Mi menjerit sambil tertawa histeris.
Para penonton mulai bersuara dan pembawa acara menyuruh Sandy berdiri dan menjawab ponselnya.
“Nona yang memakai baju biru, coba dijawab dulu. Apakah benar yang menelepon Jung Tae-Woo?”
Sandy sebenarnya tidak perlu menjawab karena di layar ponselnya muncul tulisan “JTW”, nama yang disimpannya untuk nomor ponsel Jung Tae-Woo. Memang benar Jung Tae-Woo yang meneleponnya, tapi Sandy tetap membuka flap ponsel dan menempelkannya ke telinga. Walaupun suasana saat itu riuh sekali karena orang-orang bersorak dan bertepuk tangan, ia masih bisa mendengar suara Jung Tae-Woo di telepon yang berkata, “Hei, majulah ke depan.”
Young-Mi mencengkeram lengan Sandy dan mengguncang-guncang keras tubuhnya. Sandy heran dari mana asal tenaga temannya itu. Akhirnya ia berhasil membebaskan diri dari temannya dan maju dengan dikawal dua penjaga. Jantungnya berdebar keras karena ini kali pertama baginya berdiri di depan orang banyak yang terus bersorak dan menjerit. Ia bolak-balik membungkukkan badan ke arah para penggemar juga kepada pembaca acara di panggung.
55
Ketika Sandy berdiri di depan Jung Tae-Woo, ia menyadari baik Jung Tae-Woo ataupun pembawa acara tidak memegang topi. Ia melihat si pembawa acara memberi isyarat kepada salah seorang staf yang berdiri di pojok, tapi anggota staf itu menggeleng.
Ada apa ini? Tidak ada topi? Sandy yakin mereka sudah membeli sepuluh buah dan ia tadi menghitung ada sembilan topi yang sudah dihadiahkan. Pasti masih tersisa satu topi. Jangan-jangan Jung Tae-Woo mau mempermainkannya.
Si pembawa acara terlihat bingung tapi mencoba bersikap tenang. Namun Jung Tae-Woo tiba-tiba berkata, “Wah, sepertinya topi yang terakhir hilang. Saya benar-benar minta maaf. Bagaimana ya?”
Para penonton terdiam dan Sandy menatap Jung Tae-Woo dengan mata disipitkan. Pandangan curiga. Kalau Jung Tae-Woo memang sedang mempermainkannya, ini benar-benar tidak lucu. Ia sudah gugup sekali berdiri di bawah sinar lampu seperti ini dan sekarang ia harus menerima permainan Jung Tae-Woo?
Si pembawa acara ikut menimpali, “Ya, maaf sekali. Sepertinya memang topi yang terakhir hilang. Kami sedang mencarinya sekarang.”
Sandy merasa seperti orang tolol, hanya berdiri diam di depan semua orang. Ia memutuskan sebaiknya ia kembali ke tempat duduknya. Ketika ia membalikkan tubuh, Jung Tae-Woo menahannya.
“Tunggu dulu,” katanya sambil tersenyum meminta maaf. “Karena sudah tidak ada topi, bagaimana kalau kuberikan ini saja?”
Jung Tae-Woo melepaskan syal di lehernya dan melilitkannya di leher Sandy. Para penonton pun kembali berteriak dan menjerit. Sandy memandang syal bermotif kotak-kotak hitam-putih yang sekarang melilit lehernya. Ia menyentuh syal itu dan mendongak menatap Jung Tae-Woo dengan tercengang. Laki-laki itu sedang tertawa dan tawa di wajah itu membuat Sandy akhirnya ikut tersenyum.
“Waah... kau beruntung sekali, Soon-Hee! Kau memang tidak mendapat topi, tapi kau mendapat syal yang dipakainya. Aduh, aduh, jantungku... Kalau aku jadi kau, aku pasti tidak akan bisa tidur malam ini,” kata Young-Mi antusias dalam perjalanan pulang dari acara tadi. Mereka berdua duduk di barisan belakang bus yang tidak terlalu ramai.
“Ya, aku beruntung sekali,” kata Sandy menyetujui sambil tersenyum. Ia terus memandangi syal yang melilit lehernya. Tadi ia sempat mengira Jung Tae-Woo sedang mempermainkannya, tpai ternyata tidak begitu. Tadinya, kalau dugaan jelek Sandy terbukti benar, ia berniat meninju Tae-Woo saat itu juga.
56
Tiba-tiba Young-Mi menegakkan punggung dan mencengkeram lengan Sandy. “Tunggu dulu, Soon-Hee. Kau punya nomor telepon Jung Tae-Woo!”
Itu bukan pertanyaan dan Sandy hanya bisa mengerjapkan mata dengan bingung.
Young-Mi menepuk lengan Sandy dan berseru, “Tadi dia kan menghubungi ponselmu dengan ponselnya, jadi artinya di ponselmu sekarang pasti masih ada nomor ponselnya, kan?”
“Tidak!” bantah Sandy cepat-cepat. Apa yang harus dikatakannya? “Tadi... tadi sewaktu aku kembali ke tempat duduk setelah menerima hadiah, Jung Tae-Woo sendiri yang bilang ponsel itu milik salah satu anggota stafnya. Lagi pula, coba pikir, mana mungkin Jung Tae-Woo bisa sembarangan membiarkan nomor ponselnya diketahui orang tak dikenal?”
Young-Mi mengangguk-angguk. “Masuk akal juga.”
Sandy mengembuskan napas lega dan menggerutu dalam hati. Sepanjang kesepakatan ini, Jung Tae-Woo sudah banyak membuat masalah sendiri, tapi justru Sandy yang harus memperbaikinya. Mungkin laki-laki itu perlu ditinju.
“Hei, coba kulihat CD-mu yang ditandatangani tadi,” pinta Young-Mi sambil mengeluarkan CD miliknya sendiri.
Sandy mengeluarkan CD-nya dari dalam tas dan menyerahkannya kepada temannya itu.
“Lihat, dia menulis „Untuk Kang Young-Mi... dari Jung Tae-Woo‟,” kata Young-Mi sambil menunjukkannya kepada Sandy. Ia memekik senang dan mengelus-elus kotak CD-nya. Sandy hanya bisa geleng-geleng melihat kelakuan temannya. Kemudian Young-Mi beralih membaca tulisan di sampul depan CD milik Sandy. “Untuk Sandy... dari Jung Tae-Woo.” Ia terdiam sesaat, lalu bertanya, “Sandy?”
Sandy langsung menoleh. “Kenapa?”
“Memangnya tadi kau memberitahunya nama Indonesia-mu, ya?” tanya Young-Mi.
“Oh, itu...” Sandy agak gelagapan. “Ya, sepertinya begitu.”
Young-Mi mengerutkan dahi dan menggeleng. “Tidak, tidak. Sepertinya kau bahkan tidak menyebutkan namamu.”
“Masa sih?” ujar Sandy kaget. Ia mulai panik dan cepat-cepat memutar otak, berusaha keras mengingat acara tanda tangan tadi.
Young-Mi meneruskan, “Aku berdiri tepat di belakangmu waktu itu. Kau hanya bilang kau suka lagunya.”
Sandy ingat, tapi ia berusaha membantah, “Ah, tidak. Aku bilang „Apa kabar? Namaku Sandy. Tae-Woo Oppa, aku suka lagumu‟. Aku yakin kok. Kalau tidak, dari mana dia tahu namaku?”
57
Kenapa temannya yang satu ini pintar sekali sih? Untuk sesaat Sandy merasa takut akan ketelitian Kang Young-Mi. Lama-kelamaan, kalau ia dan Jung Tae-Woo terus melakukan kesalahan kecil seperti ini, ia akan kehabisan alasan.
Young-Mi berpikir, lalu akhirnya mengangguk. “Benar juga ya? Waktu itu berisik sekali, jadi mungkin aku tidak mendengarnya. Sudahlah, tidak penting. Ngomong-ngomong, lagu yang dinyanyikannya tadi benar-benar bagus ya?”
“Acara hari ini sukses sekali. Kuucapkan selamat untukmu,” kata Park Hyun-Shik. Ia dan Tae-Woo sudah kembali ke kantor manajemen. Dengan lega ia menyandarkan punggung ke kursi kerja dan menatap Tae-Woo dengan gembira.
Tae-Woo menoleh ke arah manajernya dan tersenyum. “Memang. Aku senang kita bisa melewatinya dengan baik sekali, tidak seperti yang dulu.”
“Semuanya baik-baik saja, kau tidak usah cemas,” kata Park Hyun-Shik. Ia mengembuskan napas dan berkata, “Aku tahu kau sengaja menelepon Sandy tadi. Nomor yang tertera di kertas itu bukan nomor ponsel Sandy, kan?”
Tae-Woo tertawa. “Memang. Tadi aku berniat mengerjainya, tapi tidak jadi.”
Park Hyun-Shik ikut tertawa dan melonggarkan simpul dasinya. “Aku sudah merasa aneh sewaktu kau memintaku menyimpan topi terakhir itu.”
Tae-Woo bangkit dari kursinya. “Hyong simpan di mana topi itu?”
Park Hyun-Shik mengeluarkan topi yang ditanyakan dari balik jasnya dan melemparkannya kepada Tae-Woo.
Tae-Woo menangkap topi kain kuning itu dengan santai dan memandanginya. Ia ingat ia dan Sandy sempat berbeda pendapat tentang topi kuning yang satu ini. Menurut Sandy topi itu bagus, sedangkan menurutnya warna kuningnya terlalu mencolok. Tapi sekarang kalau dipikir-pikir, topi kuning ini memang tidak jelek.
“Hyong aku pulang dulu,” katanya sambil melambaikan topinya.

“Ya, istirahat yang banyak. Minggu depan jadwalmu sangat padat,” Park Hyun-Shik mengingatkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar