Selasa, 23 Desember 2014

BAB 7 PART 1

SUDAH hampir dua minggu berlalu sejak Sandy terakhir kali bertemu dan berbicara dengan Jung Tae-Woo di rumah pria itu. Entah kenapa Sandy merasa serbasalah. Ia ingin menghubungi Jung Tae-Woo, tapi tidak tahu apa yang akan dikatakannya. Ia ingin bertanya pada Paman Park Hyun-Shik, tapi tidak tahu apa yangakan ditanyakannya.
Sandy berjalan tanpa tujuan di sekitar kampus. Ia berjalan dari gedung ke gedung, dari kelasnya ke perpustakaan, dari perpustakaan ke aula. Akhirnya ia berhenti di halaman kampus, duduk di bangku panjang di bawah pohon. Ia mengeluarkan ponsel dan menatap benda itu sambil menarik napas.
Kenapa dia tidak menelepon? Tapi memangnya kenapa dia harus menelepon? Sandy menggeleng-geleng dan menarik napas lagi. Kenapa dia tidak menelepon?
Sandy tersentak karena mendengar suara Kang Young-Mi yang ternyata sudah berdiri di belakangnya. “Apa?” tanyanya pada Young-Mi.
Young-Mi duduk di sampingnya. Wajahnya terlihat ceria seperti biasa. “Tadi kau bertanya kenapa dia tidak menelepon. Siapa yang yang kaumaksud?”
Ternyata tanpa sadar ia telah menyuarakan pikirannya. Ini berarti bahaya. Ia kenapa sih?
“Ah, tidak. Bukan siapa-siapa,” sahut Sandy sambil memaksakan tawa.
“Aku harap bukan Lee Jeong-Su,” kata Young-Mi sinis.
Sandy langsung mengibaskan tangan. “Bukan! Bukan dia.”
“Baguslah kalau bukan,” kata Young-Mi. Ia mengangkat tangan dan menarik napas dalam-dalam. “Haaah… cuaca hari ini indah sekali!”
Sandy memandang langit, lalu melirik temannya dengan hati-hati. “Young-Mi,” panggilnya.
69
Young-Mi menoleh. “Hm?”
“Album baru Jung Tae-Woo sudah diluncurkan, kan?”
Young-Mi mengangguk. “Benar, beberapa hari yang lalu. Memangnya kenapa? Bukankah kau sudah punya? Kita kan sudah mendapatkannya sewaktu acara jumpa penggemar itu.”
Sandy menggeleng. “Ah, tidak ada apa-apa.” Ia terdiam sejenak, lalu melanjutkan, “Berarti Jung Tae-Woo akhir-akhir ini pasti sibuk sekali, ya?”
Temannya mengangguk sekali lagi dan berkata, “Tentu saja. Kudengar beberapa waktu yang lalu dia sibuk syuting video klip. Belum lagi kenyataan dia harus tampil dalam banyak acara untuk mempromosikan albumnya.” Young-Mi bertepuk tangan gembira. “Kita akan sering melihatnya di televisi.”
“Begitu?”
Ternyata memang sedang sangat sibuk…
“Majalah-majalah juga banyak memuat artikel tentang dia,” Young-Mi menambahkan penuh semangat. “Mereka membahas albumnya, lagu-lagunya, dan mereka juga mulai mengungkit-ungkit soal kekasihnya.”
Sandy menatap temannya. “Apa yang mereka katakan?”
Young-Mi mengerutkan dahi. “Banyak, mereka bertanya-tanya oal keberadaan wanita itu, identitasnya. Aku sendiri juga penasaran. Intinya, mereka tiba-tiba meragukan apakah wanita itu benar-benar kekasih Jung Tae-Woo.”
“Kenapa mereka meragukannya?”
“Karena wanita itu tidak terlihat di media lagi sejak fotonya muncul. Bahkan sekadar kabarnya tidak terdengar,” Young-Mi menjelaskan. “Mereka mulai berpikir mungkin hubungan Jung Tae-Woo dan wanita itu sudah berakhir. Terus terang saja, aku juga berharap itu benar. Oh ya, mereka juga mengungkit kejadian empat tahun lalu.”
“Masalah yang…?”
“Benar. Yang kuceritakan waktu itu. Soal empat tahun lalu ketika ada penggemar Jung Tae-Woo yang meninggal pada saat acara jumpa penggemarnya. Kau ingat? Untung saja acara tahun ini lancar-lancar saja dan tidak ada kejadian buruk.”
Sandy menengadah memandang langit biru dan sibuk dengan pikirannya sendiri sementara temannya terus bercerita. Tiba-tiba ponselnya berbunyi. Sandy buru-buru menjawab dan raut wajahnya berubah. “Oh, Jeong-Su ssi.”
Park Hyun-Shik duduk merenung di kantornya. Di meja terdapat beberapa majalah yang terbuka pada halaman yang memuat artikel Jung Tae-Woo. Ia sudah menduga
70
akan ada kejadian seperti ini. Begitu album baru Tae-Woo keluar, orang-orang akan sibuk membicarakan artis asuhannya itu. Bukan hanya lagu-lagunya, tapi segala gosip yang berhubungan dengan Jung Tae-Woo, termasuk gosip tentang pacar misteriusnya. Mereka bahkan kembali menyinggung-nyinggung kecelakaan empat tahun lalu, tapi untungnya hanya sekilas, jadi seharusnya tidak apa-apa.
Park Hyun-Ship mengusap-usap dagu dan berpikir mungkin sudah tiba saatnya mereka membutuhkan bantuan Sandy lagi. Kali ini, mau tidak mau gadis itu harus bersedia menampakkan diri. Ia mengangkat gagang telepon yang ada di meja dan menekan beberapa tombol.
“Halo, Sandy. Apa kabar? Ini Park Hyun-Shik… Kau punya waktu sekarang? … Bagus. Bisa datang ke kantorku? … Baik, sampai jumpa.”
“Seperti yang sudah kukatakan, sepertinya kami tidak cocok.”
Sandy memandang laki-laki tinggi besar yang duduk di hadapannya itu dengan perasaan lelah. Lee Jeong-Su tampak menyedihkan. Ia baru mengakui kepada Sandy bahwa ia dan kekasihnya sedang bermasalah.
“Kami tidak cocok,” Lee Jeong-Su mengulangi kata-katanya dan menatap Sandy, menunggu reaksinya.
Sandy tertawa pahit. “Dan kau baru tahu setelah hampir setahun bersamanya?”
“Kau masih marah?” tanya Lee Jeong-Su dengan nada bersalah.
Sandy menarik napas. “Tidak juga,” katanya. “Marah juga tidak ada gunanya.”
“Tidak, kau berhak marah padaku,” Lee Jeong-Su bergumam pelan. “Aku memang salah. Sekarang aku sadar.”
Sandy mengerutkan keningnya. “Lalu?”
“Sepertinya hubungan kami tidak bisa diteruskan lagi,” kata Lee Jeong-Su tegas.
Alis Sandy terangkat. Sesaat ia bingung, lalu ia mendengar ponselnya berbunyi. Merasa lega karena tidak harus menanggapi apa yang baru saja dikatakan Lee Jeong-Su, Sandy cepat-cepat membuka flap ponselnya.
“Halo?”
Ia kaget ketika mendengar suara Park Hyun-Shik di seberang sana. “Oh, apa kabar, Paman? … Sekarang? Ya, aku sedang tidak sibuk… Aku akan ke sana sekarang… Sampai jumpa.”
Sandy menutup ponsel dan memandang Lee Jeong-Su yang menatapnya dengan pandangan menyelidik.
“Kau mau pergi sekarang?” tanyanya ketika melihat Sandy buru-buru menghabiskan minumannya.
71
“Maaf, Jeong-Su ssi. Ada urusan mendadak. Aku harus pergi. Lain kali saja baru dilanjutkan,” kata Sandy cepat-cepat, lalu bangkit dan keluar dari kafe itu.
“Kita akan pergi menemui Tae-Woo,” kata Pakr Hyun-Shik kepada gadis yang duduk di hadapannya.
Sandy mengangguk. “Kami harus difoto lagi?”
“Benar,” Park Hyun-Shik mengiyakan. “Karena itu kita harus mengubah penampilanmu. Kau tidak ingin sampai dikenali, kan?” Lalu Park Hyun-Shik bangkit dari kursi dan meraih jas.
“Jadi kapan kita mulai bekerja?” tanya Sandy.
Pakr Hyun-Shik memandang Sandy dan berkata, “Sekarang juga.”
Sandy agak terkejut. “Oh, sekarang?” Ia belum merasa siap.
“Ya, ada masalah?” tanya pria itu sambil mengenakan jas dan memperbaiki posisi dasi.
Sandy menggeleng. “Tidak.” Sepertinya mau tak mau ia harus mempersiapkan dirinya saat ini juga.
“Ayo, kita pergi,” kata Park Hyun-Shik, mulai berjalan ke pintu. “Saat ini Tae-Woo sedang diwawancara. Kita akan pergi ke lokasi wawancaranya, tapi sebelum itu kita harus memberimu penampilan baru.”
Park Hyun-Shik merasa tidak enak karena harus menyembunyikan sesuatu dari Sandy, tapi ia tidak punya pilihan. Kalau Sandy tahu, kemungkinan besar ia tidak akan bersedia diajak menemui Tae-Woo dan saat ini Park Hyun-Shik tidak punya cukup waktu untuk meyakinkannya.
Ia membawa Sandy ke toko pakaian yang juga merangkap salon dan menyuruh gadis itu mencoba beberapa pakaian. Ia tidak ingin Sandy terlihat cantik atau bergaya. Ia ingin Sandy tampil sesederhana mungkin supaya tidak menonjol dan tidak ada orang yang dapat mengenalinya. Ia juga menyuruh Sandy mencoba beberapa rambut palsu, tapi tidak ada yang cocok di matanya. Akhirnya Park Hyun-Shik meminta pegawai toko itu menyanggul rambut Sandy.
Dengan rambut yang disanggul, kemeja krem polos tanpa lengan dan rok polos berwarna sama, Sandy terlihat seperti wanita yang lebih tua daripada usianya yang sebenarnya. Persis seperti yang dibayangkan Park Hyun-Shik. Sebagai sentuhan terakhir, ia mengulurkan kacamata berlensa kecokelatan yang bisa menyamarkan wajah Sandy.
“Baiklah,” Park Hyun-Shik berkata puas. “Kita berangkat sekarang. Seharusnya wawancara Tae-Woo akan selesai sebentar lagi.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar