Selasa, 23 Desember 2014

BAB 15 PART 2

Tara memeluk rantang dengan sebelah tangan sementara tangannya yang lain mem-betulkan letak tali tasnya. Rantang berisi makanan itu akan diberikannya kepada orangtua Sandy yang sudah menunggui Sandy semalaman di rumah sakit. Ibu tara yang menyuruhnya membawakan makanan untuk mereka.
Ia melangkah memasuki pintu depan rumah sakit besar itu dan berjalan ke lift. Siang ini ia tidak ada jadwal apa pun, sorenya juga tidak ada acara penting. Tara berencana membujuk oom dan tantenya itu istirahat. Ia bisa menjaga Sandy bila oom dan tantenya mau pulang sebentar. Tara merasa kasihan pada kedua orang itu. Kemarin ibu Sandy banyak menangis dan ayah Sandy juga sempat menangis setelah melihat anak perempuan terbaring di kamar rumah sakit dengan tubuh dan wajah penuh luka.
Ting!
Tara tersentak mendengar denting bel yang menandakan terbukanya pintu lift. Ia mengembuskan napas keras dan keluar dari lift. Ketika akan membelok menuju kamar Sandy, ia menghentikan langkahnya. Di depan pintu kamar Sandy ia melihat dua laki-laki yang tidak dikenalnya sedang berdiri berhadapan dengan kedua orangtua Sandy. Tara melihat oomnya merangkul tantenya yang sesekali menyeka air mata dengan sapu tangan sambil mengangguk-angguk kecil.
160
Tara menyipitkan mata. Sepertinya ia pernah melihat salah satu dari kedua laki-laki itu. Bukan yan berkacamata, tapi yang berdiri di samping temannya dengan kepala tertunduk. Raut wajah laki-laki itu kelihatan kusut. Tunggu... bukankah laki-laki itu sama dengan laki-laki yang fotonya ada di sampul depan CD yang pernah ditunjukkan Sandy kepadanya? Tara memerhatikan lebih cermat lagi. Benar... memang orang itu. Orang itu berarti... artis?
Kemudian Tara melihat orangtua Sandy berjalan mengikuti si laki-laki berkacamata. Si artis menundukkan kepala kepada orangtua Sandy, tapi ia tidak ikut pergi. Ia tetap berdiri di depan pintu kamar tempat Sandy dirawat.
Laki-laki itu memegang pegangan pintu kamar sejenak. Tidak bergerak. Lalu dengan perlahan ia membuka pintu dan masuk.
Tae-Woo merasa tubuhnya lelah sekali. Belum pernah ia merasa seperti ini. Seluruh tenaganya seakan sudah terserap habis. Dadanya terasa begitu berat. Ia naik pesawat pertama yang bisa didapatkannya ke Jakarta, lalu langsung ke rumah sakit tempat Sandy dirawat. Semuanya berjalan seperti mimpi. Ketika ia bertemu kedua orangtua Sandy untuk pertama kalinya, ketika ia berbicara pada mereka, meminta supaya ia diizinkan melihat Sandy, ia masih merasa dalam keadaan setengah sadar.
Ia masuk ke kamar Sandy dan hatinya seakan diremas begitu kuat ketika melihat gadis itu berbaring dengan mata terpejam. Tae-Woo menghampiri tempat tidur dan memerhatikan wajah Sandy yang lebam. Kepalanya diperban, begitu juga siku dan sebelah kakinya.
Tae-Woo menarik kursi dan duduk di sisi tempat tidur. Ia tersenyum lemah.
“Ini aku,” bisiknya pelan.
Gadis itu tetap diam tidak bergerak.
Tae-Woo menjulurkan tangan dan menyentuh tangan Sandy. “Sudah lama tidak melihatmu. Kau tahu, aku hampir melupakan wajahmu. Kalau aku sampai lupa bagaimana wajahmu, aku tidak bakal bisa melakukan apa pun lagi. Kau tahu kenapa? Karena aku akan terlalu sibuk berusaha mengingat wajahmu sampai-sampai tidak mampu memikirkan masalah lain. Gawat, kan?”
Ia membelai pipi Sandy dengan ujung jemarinya. “Sekarang setelah melihatmu, aku baru ingat. Ah, benar... Matamu seperti ini... hidungmu seperti ini... mulutmu... dahimu... dan rambutmu.”
Ia menggenggam tangan gadis itu dengan lembut. “Kenapa aku bisa lupa wajahmu?” Tae-Woo mendesah. “Ingatanku memang buruk, aku tahu. Menurutmu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar