Selasa, 23 Desember 2014

BAB 11 PART 2

Tae-Woo melepaskan kacamata hitam setelah mobil yang ditumpanginya melaju di jalan dan meninggalkan bandara. Ia menyandarkan kepala ke kursi dan menoleh ke arah Park Hyun-Shik yang duduk di sampingnya.
“Hyong, sekarang kita ke mana?” tanyanya.
Park Hyun-Shik menjawab, “Bukankah tadi kita bilang mau minum-minum bersama yang lain? Para anggota staf juga sudah bekerja keras di Jepang. Sudah sepantasnya mereka bersenang-senang sedikit. Kau juga.”
Tae-Woo berpikir sejenak, lalu mengeluarkan ponsel dari balik jasnya. Ia menekan tombol sembilan dan menempelkan ponselnya ke telinga.
Park Hyun-Shik tersenyum. “Menelepon dia?”
Tae-Woo memandang manajernya dan mengedipkan mata.
120
“Irinya,” kata Park Hyun-Shik sambil mendesah. “Mungkin aku juga harus mencari pacar.”
Tae-Woo tidak menanggapi kata-kata manajernya karena suara Sandy sudah terdengar di ujung sana.
“Oh, ini aku,” kata Tae-Woo. Ia merasa semangatnya naik begitu mendengar suara gadis itu.
“Kau sudah sampai?”
“Mmm, kau di mana?”
“Di rumahmu. Eh, kau masih ada kerjaan?”
“Tidak. Kenapa?”
“Pulang makan?”
Tae-Woo tertawa pelan. “Memangnya di rumah ada yang bisa dimakan?”
“Tentu saja ada. Pulang makan ya? Aku tunggu.”
“Oke,” kata Tae-Woo. “Aku pulang sekarang.”
“Hei, kau tidak jadi minum-minum dengan kami?” tanya Park Hyun-Shik begitu Tae-Woo menutup ponsel.
Tae-Woo tersenyum meminta maaf. “Maaf, Hyong. Lain kali saja, aku yang traktir.” Kemudian ia meminta sopir mengantarnya ke rumah.
“Wah, sebenarnya kita sedang merayakan apa? Kenapa makanannya banyak sekali?” tanya Tae-Woo begitu ia masuk ke dapur.
Sandy yang mengenakan celemek dan sarung tangan tahan panas sedang meletakkan sepanci kimchi jjigae* panas di meja. Ia mengangkat kepala ketika Tae-Woo muncul. Senyumnya mengembang. “Sudah pulang? Bagaimana perjalananmu?”
Melihat makanan yang ada di meja juga Sandy yang mengenakan celemek, lalu mendengar gadis itu menanyakan bagaimana perjalanannya, Tae-Woo jadi merasa agak kikuk.
“Jung Tae-Woo ssi, kau kenapa?”
Tae-Woo tersentak dan memandang gadis di hadapannya. “Apa? Oh, perjalananku baik-baik saja.”
Sandy memeriksa kesiapan hidangan di meja, lalu beralih memandang Tae-Woo. “Ayo, kita makan.” Ia melepaskan celemek dan sarung tangannya.
Tae-Woo duduk dan bertanya, “Kau yang masak semua ini?”
* Sup kimchi. Kimchi adalah acar khas Korea, terbuat dari sawi putih yang dipedaskan.
121
Sandy duduk di hadapannya. “Aku ingin menjawab „Benar, akulah yang memasaknya‟, tapi kenyataannya bukan.” Ia tertawa kecil. “Tadi pagi aku meminta Bibi Chon memasaknya. Aku hanya tinggal memanaskan.”
Tae-Woo tersenyum dan mulai makan.
Sandy mencondongkan tubuh ke depan. “Bagaimana? Enak?”
Tae-Woo mengangguk. “Mmm, tentu saja. Ngomong-ngomong, apakah ada yang sedang dirayakan?”
Sandy memiringkan kepala dan berpikir-pikir. “Mmm, tentu saja ada. Banyak.”
“Banyak? Seperti apa?”
“Kita merayakan kepulanganmu dari Jepang,” kata Sandy. “Apakah kau tahu hari ini tepat satu bulan sejak pertama kali kita bertemu? Itu bisa dirayakan. Kau juga boleh menganggap ini sebagai ucapan terima kasih karena kau sudah banyak membantuku.”
Tae-Woo tersenyum dan mengangguk-angguk. “Ada lagi?”
“Kita juga bisa merayakan apartemen baruku.”
Tae-Woo mengangkat wajah dan menatap Sandy. “Kau sudah mendapatkan apartemen?”
Sandy mengangguk tegas. “Ya, besok aku akan pindah.”
“Kenapa?” tanyanya tanpa berpikir.
Sandy tertawa kecil. “Jung Tae-Woo ssi, kau tidak mungkin berpikir aku akan tinggal di sini dan menjadi bebanmu selamanya, bukan?”
“Beban apa?” kata Tae-Woo.
Sandy tidak mengacuhkan pertanyaan itu dan terus berbicara, “Lagi pula, kalau wartawan tahu kita tinggal bersama, mereka pasti berpikir kita sudah bertunangan dan akan segera menikah. Memangnya kau mau membuat skandal baru lagi?”
Ah, perjanjian untuk menghapus gosip gay. Akhir-akhir ini Tae-Woo sering melupakan hal yang satu itu.
“Menurut persetujuan yang dulu, aku hanya akan menjadi pacarmu dalam foto. Jadi aku tidak bisa menikah denganmu,” kata Sandy dan tertawa.
Tae-Woo tahu Sandy hanya bergurau, tapi ia sedang tidak ingin ikut tertawa. Ia hanya menunduk dan meneruskan makannya.
Sandy berdeham. “Jung Tae-Woo ssi, sebenarnya perjanjian kita sampai kapan? Aku sudah melakukan semua yang disebutkan dalam kesepakatan, bukan? Kita sudah berfoto, aku bahkan sampai dikejar-kejar wartawan. Gosip gay sudah tidak terdengar lagi, kurasa sudah cukup.”
Tae-Woo mengangkat kepalanya. “Apa maksudmu?”
“Apa maksudku? Jung Tae-Woo ssi, aku kan tidak bisa membantumu selamanya. Aku juga punya kesibukan sendiri, punya kehidupan sendiri. Sejak orang-orang
122
mengenalku sebagai „kekasih Jung Tae-Woo‟, hidupku tidak sama lagi. Aku bukan artis dan aku tidak terbiasa dengan hal-hal semacam itu.”
“Begitu? Kupikir banyak orang ingin punya kekasih orang terkenal.”
Sandy tersenyum. “Kau benar. Aku juga pernah berandai-andai seperti itu. Alangkah senangnya kalau kekasihku artis. Teman-temanku pasti iri setengah mati.” Ia memandang Tae-Woo dengan sorot mata geli. “Tapi kenyataan tidak persis seperti itu. Walaupun aku hanya kekasih gadungan Jung Tae-Woo, itu saja sudah cukup sulit bagiku.”
“Jadi kau tidak mau punya kekasih artis?” tanya Tae-Woo hati-hati.
Sandy memiringkan kepala sambil merenung, lalu menjawab, “Tidak. Sebaiknya tidak.”
Tae-Woo meletakkan sendoknya. “Kalau begitu, apakah aku harus berhenti?”
Ia mengangkat wajah dan melihat Sandy sedang menatapnya dengan pandangan bertanya. “Kau bilang apa?” tanya gadis itu.
“Apakah harus berhenti menjadi penyanyi?” Tae-Woo mengulangi kata-katanya.
“Memangnya kenapa harus berhenti?”
Tae-Woo menatap mata Sandy dan berkata, “Karena sepertinya aku menyukaimu.”
“Karena sepertinya aku menyukaimu.”
Apakah ia salah dengar? Tidak, Jung Tae-Woo memang mengatakannya. Sandy kaget mendengar pengakuan itu keluar dari mulut Jung Tae-Woo. Apakah dia sedang bercanda? Tidak, sepertinya tidak. Raut wajahnya serius. Lalu? Bagaimana?
“Jadi bagaimana? Apakah aku harus mulai mencari pekerjaan lain?” tanya Jung Tae-Woo lagi, lebih pada dirinya sendiri.
Sandy mengerjapkan mata dan menyadari Jung Tae-Woo sedang memerhatikannya lekat, menanti jawaban.
“Aku tidak sedang bercanda,” kata Jung Tae-Woo, seakan bisa membaca isi pikiran Sandy.
“Aku tahu,” sahut Sandy. Itulah yang ditakutkannya, bahwa Jung Tae-Woo tidak bercanda. Lalu ia tersenyum, “Tapi sebaiknya kau tetap jadi penyanyi saja.”
“Menurutmu begitu?”
Sandy mengalihkan pandangan dari Jung Tae-Woo dan berkata, “Tentu saja. Karena kau memang cocok menjadi penyanyi.” Ia bangkit dari kursinya. “Kalau kau sudah selesai makan, biar kubereskan. Kau baru pulang. Istirahat saja.”
123
Jung Tae-Woo tepekur sejenak, lalu ia mengangguk dan bangkit. “Baiklah. Maaf merepotkanmu. Besok… mungkin aku tidak bisa membantumu pindah rumah. aku harus pergi pagi-pagi sekali.”
Sandy tertawa kecil. “Tidak apa-apa. Young-Mi akan membantuku.”
Jung Tae-Woo mengangguk lagi, kemudian ia berbalik dan berjalan ke arah tangga.
Sandy memandangi punggung laki-laki itu. Ketika Jung Tae-Woo menginjak anak tangga kedua, ia memanggilnya, “Jung Tae-Woo ssi.”
Jung Tae-Woo menoleh. “Ada apa?”
“Terima kasih.”
“Terima kasih? Untuk apa?”
Karena menyukaiku.
“Untuk segalanya. Terima kasih.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar