Selasa, 23 Desember 2014

BAB 12 PART 2

Seiring setiap langkah, semakin jelas terlihat ada tiga orang yang berdiri di dekat mobil itu. Seorang laki-laki dan dua wanita. Laki-laki itu mengenakan topi dan kacamata hitam. Dari jauh saja Sandy sudah bisa mengenali pria itu Jung Tae-Woo. Sandy melihatnya sedang berbicara dengan dua wanita, bukan... lebih tepatnya dua gadis yang sepertinya siswi sekolah menengah. Kedua gadis itu berbicara penuh semangat sementara Jung Tae-Woo mendengarkan sambil sesekali tersenyum.
“Bagaimana, Oppa?”
Sandy mendengar salah satu gadis itu bertanya penuh harap.
Jung Tae-Woo tersenyum dan baru akan menjawab ketika matanya menangkap sosok Sandy. “Oh.”
Sandy menghentikan langkahnya tidak jauh dari tiga orang itu. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Menyapa Jung Tae-Woo? Ya, tentu. Setidaknya itu pasti harus dilakukan terlebih dulu.
Tapi sebelum ia sempat membuka mulut, Jung Tae-Woo sudah buru-buru menghampirinya dengan wajah cerah.
“Sudah datang?” tanya Jung Tae-Woo begitu berdiri di sampingnya.
Sandy mengerjapkan mata dan menatap Jung Tae-Woo lalu beralih memandang kedua gadis tadi. Mereka masih mengenakan seragam sekolah. Sepertinya baru pulang sekolah. Kedua-duanya berambut panjang dan bertubuh tinggi kurus. Mereka juga sedang memerhatikan Sandy dengan perasaan ingin tahu.
“Mereka Lee Mi-Ra dan Chon Jin-Ae,” kata Jung Tae-Woo memperkenalkan kedua gadis tadi. Bagi Sandy nama-nama itu tidak berarti apa-apa. Ia yakin sebentar lagi ia pasti lupa, tapi ia mengangguk.
Kedua gadis itu tersenyum kepadanya. Menurut Sandy senyum mereka agak menakutkan.
“Apa kabar, Onni?” sapa mereka berdua bersamaan.
“Kami penggemar Tae-Woo Oppa,” kata salah seorang gadis itu, rambutnya agak pirang. Sandy sudah lupa siapa namanya.
Oh... ternyata penggemar.
“Onni ini pacarnya Tae-Woo Oppa, ya?” tanya yang satunya lagi yang berambut agak keriting.
Bagaimana menjawabnya? Sandy memandang Jung Tae-Woo yang diam saja, lalu kembali memandang dua gadis di depannya itu.
“Kenapa?” tanyanya pada akhirnya.
Si keriting memandangi Sandy dari kepala sampai ke ujung kaki, lalu berkata pelan, “Onni berbeda sekali dengan yang di dalam foto.”
132
Sandy baru menyadari bahwa selama ini, walau semua orang tahu Han Soon-Hee adalah pacar Jung Tae-Woo, mereka tidak pernah melihat wajah Han Soon-Hee yang sesungguhnya dengan jelas.
“Kami membaca di tabloid kalian berdua sudah berpisah karena Onni suka pada pria lain,” sela si pirang dengan cepat.
Alis Sandy terangkat.
“Makanya kalian jangan langsung percaya pada apa yang kalian baca di tabloid,” Jung Tae-Woo menyela. “Kalian lihat sendiri, kami masih baik-baik saja.”
Kedua gadis itu berpandangan, lalu mereka memandangi Sandy. Kini mata mereka beralih ke Jung Tae-Woo.
Jung Tae-Woo menampilkan senyumnya yang paling menawan dan berkata, “Baiklah, sekarang kalian pulang saja ya, sebelum orangtua kalian cemas. Hati-hati di jalan.”
Sandy agak kaget ketika Jung Tae-Woo meraih pakaian-pakaian yang sedang dijinjingnya.
“Sini, biar kumasukkan bawaanmu ke mobil,” kata Jung Tae-Woo.
Sandy membiarkan Jung Tae-Woo menuntunnya ke mobil. Jung Tae-Woo membuka pintu mobil untuk Sandy, lalu langsung berjalan memutar ke sisi pengemudi.
Sebelum masuk ke mobil, Jung Tae-Woo sempat melambai kepada kedua penggemarnya itu sambil berkata, “Sampai ketemu. Jangan keluyuran lagi. Langsung pulang ke rumah, mengerti?”
“Ya,” jawab kedua gadis itu serentak.
Sandy juga ikut tersenyum kepada mereka, lalu masuk ke mobil. Memangnya apa lagi yang bisa dilakukannya?
Ketika mobil sudah mulai melaju, Jung Tae-Woo mengembuskan napas lega. “Untunglah kau datang,” katanya sambil menoleh ke arah Sandy. “Aku sudah kehabisan akal tadi. Mereka memaksa mau ke rumahku. Masa tadi mereka sampai mencegatku di tengah jalan.”
Sikap Jung Tae-Woo kelihatan biasa-biasa saja. Ia berbicara seakan-akan waktu hampir sebulan tanpa berhubungan tidak pernah ada di antara mereka. Ternyata kekhawatiran yang menguasai Sandy sejak tadi tidak beralasan. Jung Tae-Woo masih seperti dulu.
Sandy memerhatikan Jung Tae-Woo yang memegang kemudi dan menatap lurus ke jalan. Jung Tae-Woo sudah melepaskan kacamata hitamnya, tapi ia masih memakai topi. Sandy bertanya-tanya dalam hati, sebenarnya Jung Tae-Woo baru pulang dari mana. Ia mengenakan kemeja putih lengan panjang yang digulung sampai ke siku dan celana jins yang agak longgar. Apakah baru dari acara pemotretan? Pandangan Sandy
133
kembali beralih ke wajah Jung Tae-Woo. Sepertinya sudah lama sekali ia tidak melihat laki-laki itu. Sekarang Jung Tae-Woo ada di sampingnya. Ia bisa melihatnya, bisa mendengar suaranya. Entah kenapa, mendadak Sandy merasa lega. Saking leganya sampai dadanya terasa sesak dan matanya terasa panas.
“Kenapa diam saja?” tanya Jung Tae-Woo tiba-tiba.
Sandy tersentak dan menyadari Jung Tae-Woo sedang menatapnya heran.
“Tidak apa-apa,” sahutnya sambil berpaling, memandang lurus ke depan. “Kenapa kau tidak mengundang mereka ke rumahmu saja? Biar mereka puas. Bukankah kau sangat memerhatikan penggemarmu?”
“Yang benar saja. Kalau mereka kuizinkan masuk, bagaimana kalau lain kali mereka datang berbondong-bondong dan semua mau masuk?” kata Jung Tae-Woo sambil tertawa.
Sandy ikut tersenyum, tapi kemudian ia teringat sesuatu. Pikiran ini membuatnya mengerutkan kening. “Tadi sepertinya salah satu gadis itu memegang ponsel, tepat sebelum aku masuk ke mobil. Gadis yang pirang.”
“Lalu kenapa? Apa yang aneh?” tanya Jung Tae-Woo tidak mengerti.
Sandy memiringkan kepala. “Tidak ada. Mungkin... mungkin hanya perasaanku.”
Beberapa saat kemudian Jung Tae-Woo menghentikan mobil di depan rumahnya.
Sandy mencondongkan tubuh ke depan dan memandangi rumah itu lewat kaca depan mobil. Sudah lama ia tidak melihat rumah ini dan tiba-tiba ia merasa rindu. Aneh sekali.
“Ayo, turunlah,” kata Jung Tae-Woo sambil melepaskan sabuk pengaman.
“Mm?”
Jung Tae-Woo memandangnya. “Bukankah kau ke sini untuk menemuiku?”
Sandy tersadar. “Oh, ya. Benar.” Ia segera membuka sabuk pengaman dan keluar dari mobil.
Jung Tae-Woo sudah mengeluarkan pakaian-pakaian dari kursi belakang mobil.
Sandy mengikuti Jung Tae-Woo masuk ke rumah. Rumah itu sama seperti terakhir kali ia tinggalkan. Tentu saja, pikirnya dalam hati. Memangnya sudah berapa tahun aku tidak melihat rumah ini?
“Ayo, masuk,” kata Jung Tae-Woo sambil meletakkan pakaian-pakaian dari Mister Kim di meja ruang duduk. “Kenapa malu-malu begitu? Kau kan juga sudah pernah tinggal di sini.”
Sandy mendengus, membuka sepatu, dan memakai sandal rumah yang sudah tersedia. Kemudian ia menghampiri laki-laki itu.
“Nah, kenapa kau datang ke sini?” tanya Jung Tae-Woo. Ia berjalan ke dapur. “Mau minum apa?”
134
“Itu.” Sandy menunjuk pakaian-pakaian di meja ruang duduk. “Mister Kim memintaku membawakannya untukmu.”
Jung Tae-Woo hanya memandang tumpukan pakaian itu sekilas lalu membuka lemari es. “Oh, kenapa repot-repot? Bukankah sudah kukatakan padanya aku akan ke butiknya besok.”
Oh ya? Lalu kenapa Mister Kim menyuruhnya ke sini? Sandy heran.
Sebenarnya sejak pertama kali disuruh membawakan pakaian untuk Jung Tae-Woo, ia sudah heran. Kenapa Mister Kim menyuruhnya membawakan pakaian untuk Jung Tae-Woo? Biasanya tugas Sandy bukan itu. Tugas Sandy sebelumnya adalah semacam asisten pribadi Mister Kim, bukan kurir.
“Mau minum apa?”
“Tidak usah.”
“Ya sudah, minum jus saja. Ini.”
Sandy menerima sebotol jus apel yang disodorkan Jung Tae-Woo.
“Jadi hanya itu?” tanya Jung Tae-Woo lagi.
“Mm?”
“Kau kemari hanya untuk itu?”
“Oh,” gumam Sandy, lalu bertanya, “apa kabarmu? Baik-baik saja?”
Jung Tae-Woo meneguk air dan mengangguk. “Baik-baik saja.”
“Sibuk sekali?” tanya Sandy hati-hati.
Jung Tae-Woo berpikir sebentar. “Tidak juga,” jawabnya.
Sandy menarik napas dan mengangguk-angguk. Tidak sibuk. Tidak sibuk katanya.
“Kenapa?” Jung Tae-Woo menundukkan kepala sedikit untuk melihat wajah Sandy.
“Mm?” Lalu sebagai jawaban, Sandy hanya tersenyum dan menggeleng.
Jung Tae-Woo tersenyum. “Rindu padaku?”
Mata Sandy membesar. Apa katanya?
Senyum Jung Tae-Woo melebar. “Rindu padaku, kan? Aku benar, kan?”
Sandy mendengus pelan dan tertawa kecil. “Tidak.”
Jung Tae-Woo memasang wajah kecewa. “Tidak?”
“Tidak,” kata Sandy sekali lagi.
“Wah, berarti usahaku sia-sia,” kata Jung Tae-Woo sambil berjalan ke arah piano putihnya.
“Usaha apa?” tanya Sandy.
Jung Tae-Woo duduk menghadap pianonya. “Tidak apa-apa. Lupakan saja.”
Sandy menghampirinya. “Sudah lama tidak mendengarmu main piano,” kata Sandy sambil berdiri bertopang dagu di piano Jung Tae-Woo. “Mainkan satu lagu.”
Jung Tae-Woo berpikir-pikir sejenak. “Aku akan main dengan satu syarat.”
135
Sandy mengangkat dagu, menantangnya. “Syarat apa?”
“Kalau suatu saat nanti kau rindu padaku, kau mau memberitahuku?” tanya Jung Tae-Woo.
Sandy mengerutkan kening karena merasa lucu. “Syarat apa itu?”
“Setuju atau tidak?” tanya Jung Tae-Woo sambil memosisikan sepuluh jarinya di atas tuts-tuts piano. Ia menatap Sandy lurus-lurus, menunggu jawaban.
“Kenapa aku harus memberitahumu?” tanya Sandy lagi.
“Supaya aku bisa langsung berlari menemuimu,” jawab Jung Tae-Woo ringan.
Sandy tertegun. Ia merasa jantungnya berdebar dua kali lebih cepat. Apakah laki-laki itu sungguh-sungguh? Apa maksudnya?
Akhirnya Sandy berdeham dan berkata, “Baiklah, aku akan memberitahumu kalau suatu saat nanti aku rindu padamu. Tapi kau tidak perlu berlari menemuiku, nanti kau capek.”
Jung Tae-Woo tertawa. Tiba-tiba ia berseru pelan, “Ah, ada satu hal lagi sebelum aku main!”
“Apa?”
Ia menatap Sandy. “Artikel itu,” katanya ragu-ragu. “Artikel tentang „perselingkuhanmu‟ itu... bukan aku yang mengatakannya.”
“Oh...”
“Aku hanya ingin kau tahu,” kata Jung Tae-Woo lagi. “Jad kau tidak usah mencemaskan masalah itu lagi. Serahkan saja padaku.”
Dalam hati, Sandy sudah tahu bukan Jung Tae-woo yang menyebarkan gosip tersebut. Maka tanpa ragu ia pun langsung mengangguk.
“Tapi, apakah kau memang... maksudku, apakah sekarang kau memang dekat dengan seseorang?”
“Kau sendiri yang bilang gosip-gosip seperti itu tidak bisa dipercaya. Kenapa bertanya seperti itu?” tanya Sandy kesal.
“Aku memang tidak percaya. Makanya aku bertanya langsung padamu,” kata Jung Tae-Woo membela diri. Aku ingin tahu jawabannya darimu.”
Sandy meringis. “Tidak, semua yang ditulis di artikel itu tidak benar.”
Jung Tae-Woo mengangguk. “Oke, aku percaya padamu. Ah, satu hal lagi.”
Sandy menghela napas. “Apa lagi? Kau sebenarnya mau main atau tidak?”
“Kalau suatu saat nanti aku rindu padamu, bolehkah kukatakan padamu?”
Pertanyaan itu membuat hati Sandy berdebar-debar lagi.
“Boleh...,” sahut Sandy, berusaha agar suaranya tidak terdengar gugup. “Terserah kau saja.”
“Aku rindu padamu.”
136
Kali ini Sandy merasa jantungnya berhenti berdegup. Ia hanya bisa menatap laki-laki yang sedang tersenyum itu. Ia tidak bisa mengucapkan apa pun, tidak bisa memikirkan apa pun.
“Baiklah,” kata Jung Tae-Woo akhirnya. “Sekarang lagu apa yang harus kumainkan?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar