BEBERAPA hari sudah berlalu sejak Kang Young-Mi tahu tentang Sandy dan Jung Tae-Woo. Sebenarnya Sandy ingin segera memberitahukan hal ini kepada Park Hyun-Shik dan Jung Tae-Woo, tapi belum punya kesempatan untuk itu. Kedua laki-laki itu begitu sibuk dan susah dihubungi. Kalaupun bisa dihubungi seperti sekarang, Jung Tae-Woo sedang sibuk dan Sandy tidak bisa bicara banyak.
“Jung Tae-Woo ssi, sekarang kau sedang sibuk?” tanya Sandy di telepon.
“Aku? Sebentar lagi aku harus tampil. Ada apa?”
“Mm, setelah ini kau ada acara lagi?”
Jung Tae-Woo terdiam sejenak lalu berkata, “Sebenarnya tidak ada, tapi sesudah acara ini selesai, aku harus pergi menemui ibuku. Oh ya, ibuku datang ke Seoul hari ini. Baru tiba siang tadi. Aku sudah janji makan malam dengannya. Kenapa? Ada masalah?”
Sandy cepat-cepat berkata, “Tidak, tidak ada masalah. Hanya saja ada yang ingin kubicarakan denganmu. Bukan masalah penting. Lain kali saja kita bicarakan.”
“Atau kau mau ikut makan malam bersama kami?” Jung Tae-Woo menawarkan.
“Kau gila?” Sandy berseru. “Sudahlah, tidak apa-apa. Kau makan saja dengan ibumu.”
Jung Tae-Woo tertawa. “Baiklah, nanti kutelepon.”
Sandy menutup flap ponsel dan meletakkannya di meja ruang duduk. Ia mengembuskan napas, meraih remote control, lalu menyalakan televisi.
* * *
81
“Jadi temanmu sudah tahu tentang kita?” tanya Park Hyun-Shik sambil mengusap-usap dagu.
Sandy duduk di hadapannya dengan kepala tertunduk. Jung Tae-Woo yang duduk di sebelahnya hanya bisa duduk bertopang dagu. Mereka bertiga berkumpul di kantor Park Hyun-Shik. Sandy baru saja selesai bercerita kepada kedua laki-laki itu tentang Kang Young-Mi yang sudah tahu kesepakatan mereka.
“Jadi alasan kau meneleponku kemarin adalah karena ingin memberitahukan masalah ini?” tanya Jung Tae-Woo.
“Ya. Maafkan aku,” gumam Sandy dengan kepala tertunduk.
“Bukan salahmu,” kata Jung Tae-Woo sambil mengibaskan tangan. “Siapa yang bisa menduga temanmu bisa menelepon tepat ketika kau muncul di televisi?”
Park Hyun-Shik mendesah. “Tidak perlu merasa bersalah… Lalu apa yang dikatakan temanmu?”
Sandy mengangkat wajah dan menatap Jung Tae-Woo serta Park Hyun-Shik bergantian. “Yah, dia memang agak terkejut… Tapi dia teman baikku dan aku percaya padanya. Dia sudah berjanji tidak akan mengatakan apa-apa.”
“Baiklah,” kata Park Hyun-Shik pada akhirnya. “Sepertinya kita tidak punya pilihan lain selain percaya padanya.”
Mereka bertiga terdiam, sibuk dengan pikiran masing-masing. Beberapa saat berlalu, kemudian kesunyian itu dipecahkan dering telepon di meja Park Hyun-Shik. Park Hyun-Shik mengangkatnya.
“Apa? Siapa katamu?” katanya di telepon sambil menegakkan punggung dengan satu gerakan cepat. “Baiklah.”
Ia meletakkan gagang telepon kembali ke tempatnya. Sandy memandangnya dengan tatapan bertanya-tanya.
“Ada apa, Hyong?” tanya Jung Tae-Woo.
Park Hyun-Shik bangkit dari kursi dan berkata, “Ibumu ada di sini.”
Tepat pada saat itu pintu kantor Park Hyun-Shik terbuka. Sekretaris Park Hyun-Shik muncul diikuti wanita cantik berpostur tinggi semampai.
Sandy terkesiap dan duduk mematung di tempatnya. Wanita itu Choi Min-Ah, penulis buku terkenal. Ibu Jung Tae-Woo. Apa yang harus dilakukannya sekarang?
“Ibu?” Jung Tae-Woo melompat dari kursi dan menghampiri ibunya dengan ekspresi kaget. “Sedang apa Ibu di sini?”
“Oh, halo, Tae-Woo,” sapa ibunya riang. Ia menoleh ke arah Park Hyun-Shik dan menyalaminya. “Hyun-Shik, apa kabar? Senang sekali melihatmu lagi.”
Park Hyun-Shik tersenyum hangat dan berkata, “Saya juga senang bertemu Bibi lagi. Maafkan saya karena kemarin saya tidak bisa makan malam bersama Bibi.”
82
“Tidak apa-apa. Aku bisa mengerti. Kau memang sangat sibuk. Orangtuamu baik-baik saja?” tanya Choi Min-Ah. “Sudah lama tidak bertemu mereka. Mereka masih di Kanada?”
“Iya, mereka masih di sana. Ibu saya juga sering bertanya kapan bisa bertemu Bibi lagi.”
Choi Min-Ah mengangguk. “Benar, kita harus berkumpul lagi. Aku ingin tahu bagaimana kabarnya.”
“Ibu, kenapa Ibu datang ke sini?” tanya Jung Tae-Woo sekali lagi sambil menggandeng lengan ibunya.
Choi Min-Ah menoleh memandang anak laki-lakinya. “Oh, pesawatku baru akan berangkat sore nanti, jadi aku ingin mengajak kalian makan siang bersamaku. Hyun-Shik, kau tidak boleh menolak.”
Saat itu pandangan Sandy bertemu dengan tatapan penuh tanya Choi Min-Ah. Wanita itu tersenyum dan Sandy membalas senyumnya dengan kaku.
“Nah, sebentar. Apakah ini Han Soon-Hee ssi?” tanya ibu Jung Tae-Woo.
Dengan kikuk Sandy menatap Jung Tae-Woo dan Park Hyun-Shik bergantian, lalu bangkit dari kursinya. “Apa kabar?” katanya dengan suara yang nyaris tidak terdengar.
“Tae-Woo, kau ini bagaimana? Kenapa tidak memperkenalkan kami?” kata Choi Min-Ah sambil memukul pelan lengan anaknya.
Jung Tae-Woo tersadar dan menghampiri Sandy. “Ibu, ini Han Soon-Hee. Sandy, ini ibuku.”
Choi Min-Ah mengerutkan kening dan mendecakkan lidah. “Perkenalan macam apa itu?” Lalu ia memandang Sandy sambil tersenyum. “Senang sekali akhirnya bisa bertemu denganmu, Soon-Hee. Kau tidak keberatan kalau kupanggil Soon-Hee saja, bukan?”
“Tentu, tentu saja tidak,” kata Sandy cepat-cepat.
“Begini saja, bagaimana kalau kita berempat pergi makan siang? Kita bisa mengobrol sambil makan. Soon-Hee, kau ada waktu, kan? Kau mau, kan?” bujuk ibu Jung Tae-Woo ramah.
Sandy membuka mulut, lalu menutupnya kembali. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Apakah ia boleh makan siang bersama ibu Jung Tae-Woo? Atau sebaiknya ia segera pamit dan pergi dari sana saja? Ia memandang kedua laki-laki yang sedang berdiri tanpa suara itu, menunggu isyarat.
Jung Tae-Woo dan Park Hyun-Shik berpandangan. Akhirnya Park Hyun-Shik berkata, “Baiklah, Bibi. Saya juga sedang tidak punya jadwal kerja siang ini.”
Choi Min-ah bertepuk tangan. “Bagus sekali. Ayo, cepat. Kita mau makan di mana ya?”
83
“Kau kenal ibunya?” tanya Park Hyun-Shik kepada Sandy dengan nada rendah ketika ibu Jung Tae-Woo keluar duluan dari kantornya, meninggalkan mereka bertiga di dalam.
Sandy merasa kesulitan, susah menjelaskannya. “Itu… waktu itu aku tidak sengaja—“
Jung Tae-Woo menyela, “Hyong, nanti saja kujelaskan.Sebaiknya sekarang kita segera menyusul ibuku.”
Awalnya Tae-Woo agak mencemaskan sikap ibunya terhadap Sandy, tapi sepertinya kekhawatiran tersebut tidak beralasan karena kedua wanita itu cepat sekali akrab. Tampak jelas ibunya menyukai Sandy dan begitu juga sebaliknya. acara makan siang itu berjalan ringan dan menyenangkan. Bahkan ketika ibunya menanyakan bagaimana pertemuan pertama mereka, Sandy menjawab dengan lancar, “Jadi kalau Paman tidak salah mengambil ponsel saya waktu itu, saya rasa saya tidak akan pernah bertemu Paman maupun Jung Tae-Woo ssi,” kata Sandy.
“Wah, rupanya cinta pada pandangan pertama,” kata ibu Jung Tae-Woo penuh minat.
Sandy tersedak dan Tae-Woo otomatis menyodorkan segelas air kepada gadis yang duduk di sebelahnya itu. Park Hyun-Shik yang duduk berhadapan dengan Tae-Woo hanya bisa menahan senyum.
“Oh ya, Soon-Hee, Hyun-Shik kan belum setua itu. Kenapa kau memanggilnya „paman‟?” tanya ibu Tae-Woo lagi sambil menepuk tangan Park Hyun-Shik yang duduk di sebelahnya. “Hyun-Shik, kau hanya dua tahun lebih tua daripada Tae-Woo, kan?”
Park Hyun-Shik membenarkan.
“Sepertinya saya sudah terbiasa memanggilnya begitu. Saya sendiri juga tidak tahu kenapa, tapi mungkin karena penampilan dan sikapnya yang dewasa sekali,” jawab Sandy.
Tae-Woo menyadari ibunya mengamati dirinya, lalu Park Hyun-Shik. “Benar juga,” kata ibunya. “Hyun-Shik memang kelihatan lebih dewasa kalau dibandingkan Tae-Woo. Tapi, Hyun-Shik, kenapa sampai sekarang kau masih sendiri? Bagaimana kalau kusuruh Soon-Hee mencarikan gadis untukmu?”
Sementara ibunya mendesak Park Hyun-Shik, Tae-Woo mendengar dering ponsel. Ia meraba saku jasnya, tapi lalu berpaling kepada Sandy. “Punyamu.”
Sandy merogoh tas dan mengeluarkan ponsel. Ia menatap layar ponsel sekilas. Sambil berdeham pelan, ia membuka dan langsung menutup flap ponselnya. Beberapa
84
detik kemudian ponselnya berbunyi lagi. Tae-Woo menoleh ke arah Sandy dan mendapati gadis itu sedang mencopot baterai ponselnya.
“Dia lagi?” tanya Tae-Woo setelah Sandy memasukkan ponsel dan baterai ke dalam tas.
Sandy tidak menjawab, hanya memandangnya sambil tersenyum samar.
“Kenapa tidak dijawab?”
“Kemungkinan besar dia akan membicarakan hal-hal yang tidak penting. Seperti biasa.”
Lee Jeong-Su menutup ponselnya dengan kesal dan berdiri di tepi jalan dengan perasaan tidak menentu. Rupanya Sandy tidak mau menjawab teleponnya. Ia mengangkat tangan kirinya yang sedang memegang tabloid hiburan yang memuat foto Jung Tae-Woo bersama wanita dengan kacamata hitam dan rambut disanggul. Di bawah foto itu ada foto lain yang juga memperlihatkan Jung Tae-Woo berdiri dekat sekali dengan si wanita misterius, tapi kali ini wanita itu bertopi merah dengan rambut dikepang. Di bawah foto itu ada tulisan besar-besar “IDENTITAS KEKASIH JUNG TAE-WOO”.
Artikel kecil itu sudah dibacanya berkali-kali dengan perasaan tidak percaya, tapi Lee Jeong-Su ingin meyakinkan dirinya sekali lagi. Ia pun membaca kembali artikel itu dengan hati-hati. Matanya terhenti pada kalimat yang menyatakan wanita misterius yang menjadi kekasih Jung Tae-Woo akhirnya diketahui bernama Han Soon-Hee.
Han Soon-Hee.
Mata Lee Jeong-Su kembali menatap foto-foto itu. Tidak salah lagi. Semakin diperhatikan, wanita di foto itu memang mirip sekali dengan Soon-Hee. Benarkah itu? Inilah yang ingin ia tanyakan pada Soon-Hee, tapi gadis itu tidak mau menjawab teleponnya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Lee Jeong-Su tidak mengerti kenapa hatinya tidak bisa tenang. Ia merasa kesal dan gelisah. Ia harus terus berusaha menghubungi Soon-Hee sampai berhasil mendapatkan penjelasan dari gadis itu. Kalau perlu, ia akan pergi ke rumah Soon-Hee dan menunggunya di sana.
Kang Young-Mi mendecakkan lidah dengan geram. Sejak tadi ia mencoba menghubungi ponsel Soon-Hee, tapi anak itu tidak mengaktifkan ponselnya. Ke mana dia?
Young-Mi menatap majalah di tangannya. Ia mengerutkan dahi. Apakah Soon-Hee sudah tahu tentang ini? Sepertinya belum. Kalau sudah tahu, Soon-Hee pasti akan
85
meneleponnya. Apakah anak itu sedang bersama Jung Tae-Woo? Kalau begitu seharusnya dia sudah tahu.
“Young-Mi, di mana majalan yang baru Ibu beli tadi?” tanya ibunya tiba-tiba.
Young-Mi tersentak kaget dan berusaha menyembunyikan majalah itu. “Oh? Majalah yang mana?”
Ibunya berkacak pinggang. “Yang sedang kausembunyikan di balik punggungmu itu. Sini.”
Young-Mi tidak bisa berbuat apa-apa sementara ibunya mulai membuka-buka majalah itu. Jantungnya berdebar keras. Ia sangat berharap bakal ada tamu yang datang ke restoran mereka, karena dengan begitu ibunya akan sibuk untuk sesaat, memberinya kesempatan menyembunyikan majalah itu. Tapi harapannya tidak terkabul. Tidak ada tamu yang datang dan ibunya terus asyik membaca gosip artis.
“Astaga!”
Ini dia yang sudah ia takutkan sejak tadi.
“Hei, Young-Mi, lihat ini!” Ibunya mendorong majalah itu ke arahnya.
“Ada apa?” Young-Mi berpura-pura tidak tahu.
“Lihat ini! Ini Soon-Hee, bukan? Soon-Hee temanmu itu?”
Young-Mi melihat majalah itu sekilas dan mendorongnya kembali kepada ibunya. “Ah, Ibu. Mana mungkin itu Soon-Hee. Masa Soon-Hee pacaran dengan artis terkenal?”
Ibunya tetap ngotot. “Tapi di sini ditulis namanya Han Soon-Hee.”
Young-Mi berkata dengan tidak sabar, “Bisa saja namanya sama. Banyak orang yang bernama Han Soon-Hee.”
Ibunya terdiam sejenak. Young-Mi melirik ibunya untuk melihat bagaimana reaksinya. Ibunya mengamati foto-foto di majalah itu dengan kening berkerut. Ini gawat, ibunya terlalu cerdik untuk dibohongi.
“Tidak, ini memang Han Soon-Hee temanmu,” kata ibunya pasti. “Memang wajahnya tidak jelas, tapi lihat tulang pipinya dan senyumnya. Ibu yakin seyakin-yakinnya ini Han Soon-Hee yang kita kenal. Kau mau bertaruh dengan Ibu?”
Young-Mi tidak menjawab. Sepertinya ibunya juga tidak menginginkan jawaban karena ibunya tidak memandangnya.
“Ternyata dia pacaran dengan Jung Tae-Woo si penyanyi itu, ya…?” gumam ibunya sambil terus memerhatikan foto-foto dalam majalah. “Bagaimana bisa? Kau sudah tahu tentang ini, Young-Mi?”
Mata Young-Mi bertemu pandang dengan ibunya, ia lalu cepat-cepat berkata, “Mana aku tahu? Tidak, aku tidak tahu apa-apa.”
* * *
86
Jung Tae-Woo merasa senang siang itu. Perasaannya ringan sekali selama makan siang tadi. Tapi perasaan itu tidak berlangsung lama. Ketika mereka berempat selesai makan siang dan keluar dari restoran, tiba-tiba saja begitu banyak orang mencegat mereka. Para wartawan mulai berebut mengajukan pertanyaan dan kamera-kamera diarahkan kepada mereka.
“Jung Tae-Woo, benarkah ini Han Soon-Hee, kekasih Anda?”
“Anda berempat sedang apa di sini, Jung Tae-Woo?”
“Nyonya Choi, apakah Anda baru bertemu Han Soon-Hee ssi?”
“Ada komentar, Han Soon-Hee ssi?”
Tae-Woo tidak bisa mendengar kata-kata lain karena semua orang berteriak bersamaan. Ia merasakan Sandy membeku di sampingnya. Ia memahami perasaan gadis itu, ia sendiri juga sangat terkejut karena mendadak harus berhadapan dengan kerumunan wartawan seperti ini. Dan dari mana mereka tahu nama Sandy?
Suasana menjadi kacau. Park Hyun-Shik berusaha menenangkan para wartawan yang tidka henti-hentinya memotret. Ibu Tae-Woo ikut kebingungan, tapi tetap bisa bersikap tenang. Sandy hanya bisa menunduk. Secara otomatis, Tae-Woo menarik Sandy ke belakang punggungnya. Ia menyadari tubuh gadis itu tegang.
Tepat pada saat itu mobil mereka sudah diantarkan ke depan restoran. Tae-Woo segera merangkul pundak Sandy dan menuntunnya menerobos kerumunan wartwan. Sandy dan ibunya berhasil masuk ke mobil. Lalu ketika Tae-Woo ikut masuk dan duduk di samping kemudi, Park Hyun-Shik sudah menyalakan mesin mobil.
“Apa yang sedang terjadi?” tanya Park Hyun-Shik ketika mereka melaju di jalan raya.
Tae-Woo tidak menjawab. Ia memutar tubuhnya dan memandang Sandy yang duduk di belakang bersama ibunya. “Kau tidak apa-apa?”
Sandy tidak kelihatan sehat. Wajahnya agak pucat, tapi ia memaksakan seulas senyum. “Ya.”
“Bagaimana mereka bisa tahu nama Sandy?” Tae-Woo bertanya kepada manajernya.
Park Hyun-Shik menatapnya sekilas, lalu kembali memusatkan perhatian ke jalan raya. “Entahlah.”
“Kalian belum memberi keterangan lengkap tentang Soon-Hee pada wartawan, ya?”
Tae-Woo memandang ibunya yang tampak sangat gelisah. “Belum. Memangnya kenapa, Bu?”
Ibu Tae-Woo agak salah tingkah ketika menjawab, “Sepertinya Ibu yang telah membocorkannya kepada wartawan.”
87
Tae-Woo hanya bisa mendengarkan dalam diam sementara ibunya menjelaskan apa yang terjadi saat wawancara di toko buku. Park Hyun-Shik tidak berkomentar. Sandy juga hanya duduk di sana tanpa suara.
“Maafkan Bibi, Soon-Hee. Bibi tidak sengaja. Bibi tidak tahu kalian tidak ingin orang-orang tahu.”
Sandy tersenyum lebar menenangkan wanita cantik itu. “Tidak apa-apa, Bibi. Bukan masalah besar. Lagi pula cepat atau lambat mereka akan tahu juga.”
Tae-Woo menduga Sandy sebenarnya risau, hanya saja ia tidak mau menunjukkannya karena takut ibunya merasa bersalah.
“Benar, ini bukan masalah besar,” kata Park Hyun-Shik memecah kesunyian. “Sekarang yang penting kita antar Sandy pulang dulu, lalu kita ke bandara untuk mengantar Bibi.” Ia memandang ibu Tae-Woo melalui kaca spion. “Bibi tidak usah khawatir. Semuanya akan baik-baik saja.”
Ketika mereka tiba di gedung apartemen Sandy, Tae-Woo mengantarnya sampai ke depan pintu apartemennya.
“Oke, aku sudah sampai,” kata Sandy di depan pintu apartemen. “Pergilah. Kau masih harus mengantar ibumu ke bandara.”
Tae-Woo menatap gadis yang berdiri di hadapannya itu. Walaupun Sandy tersenyum, Tae-Woo bisa melihat senyum itu bukan senyum ceria yang biasa.
“Apa yang kaupikirkan sekarang?” tanya Tae-Woo.
Mata Sandy tampak menerawang. Ia menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya pelan. “Aku tidak tahu,” sahutnya. “Banyak sekali yang kupikirkan sampai-sampai aku sendiri bingung.”
Tae-Woo tidak mengatakan apa-apa. Ia menunggu karena sepertinya gadis itu masih ingin berkata-kata.
“Semua orang sudah tahu. Apa yang harus kulakukan sekarang?” tanya Sandy, lebih kepada dirinya sendiri. Tiba-tiba matanya melebar dan ia menatap cemas Tae-Woo. “Orangtuaku. Mereka pasti juga akan tahu. Apa yang harus kukatakan pada mereka?”
Tae-Woo tidak punya jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan itu, tapi tiba-tiba, saat itu juga, ia sangat yakin akan satu hal. Ia tidak ingin gadis yang berdiri di hadapannya itu mendapat kesulitan. Tapi apa yang bisa dilakukannya? Ia kesal pada dirinya sendiri karena tidak bisa mengatakan sesuatu yang menghibur.
Perlahan ia maju selangkah dan memeluk gadis itu. Sandy tidak menghindar. Entha kenapa Tae-Woo merasa segalanya tepat seperti seharusnya ketika gadis itu dalam
88
pelukannya. Seluruh rasa lelah seolah mengalir keluar dari tubuhnya. Ia ingin sekali terus seperti ini. Ia ingin sekali tetap berdiri di sana dan memeluk Sandy selamanya.
“Tidak usah dipikirkan,” kata Tae-Woo pelan. “Kau akan baik-baik saja. Percayalah padaku.”
Aku akan pastikan kau tidak mendapat masalah….
Ia melepaskan pelukannya dan menatap Sandy. Sandy menarik napas dan tersenyum kecil.
“Aku tahu,” kata Sandy sambil mengangguk tegas. “Aku bisa mengatasinya. Kau pergilah.”
Tae-Woo menunggu sampai Sandy masuk ke apartemen sebelum berbalik pergi. Ia berjalan menuju lift tanpa menyadari ada pria berpostur tinggi besar sedang memerhatikan kepergiannya tidak jauh dari sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar