Jung Tae-Woo bangkit dari sofa yang didudukinya sejak tadi dan bersalaman dengan para kamerawan dan reporter yang mewawancarainya. Ia sedikit lelah, tapi ia tahu ini sudah menjadi risiko pekerjaannya. Para wartawan tadi juga sempat bertanya tentang hubungannya dengan kekasih misteriusnya, namun Tae-Woo hanya memberikan jawaban samar. Ada juga yang mengungkit kejadian empat tahun lalu. Tae-Woo berhasil menanggapinya dengan tenang, walau ia harus mengakui dalam hati perasaannya masih agak resah bila diingatkan kembali tentang kejadian itu.
Tae-Woo dan beberapa anggota stafnya keluar dari lift dan berjalan ke pintu utama gedung tempat diadakannya wawancara tadi. Tiba-tiba langkahnya terhenti ketika pandangannya menembus pintu kaca yang lebar dan melihat seorang wanita turun dari mobil sedan putih. Tae-Woo tertegun sejenak, lalu ia mempercepat langkahnya, mendorong pintu kaca sampai terbuka dan menghampiri wanita itu.
“Sedang apa kau di sini?” tanyanya tanpa basa-basi.
Wanita itu berbalik dan agak terkejut melihatnya.
“Sedang apa kau di sini?” tanya Tae-Woo sekali lagi. Ia tidak menyangka bisa bertemu Sandy di sini. Ia menatap Sandy tajam dan melihat pipi gadis itu agak memerah.
“Itu… Paman yang menyuruhku ke sini,” Sandy mencoba menjelaskan dengan agak bingung. “Kau tidak tahu? Katanya kita akan difoto.”
Tae-Woo menoleh ke belakang dan melihat kerumunan wartawan mulai menghampiri mereka dengan cepat.
“Tidak,” jawabnya. “Ikut aku.”
Ia merangkul pundak Sandy dan berjalan menjauh ketika kilatan-kilatan lampu blitz kamera mulai beraksi dan para wartawan berlomba-lomba mengajukan pertanyaan.
“Jung Tae-Woo, siapa wanita ini?”
“Apakah dia wanita misterius di foto waktu itu?”
“Nona! Siapa nama Anda?”
“Apa hubungan kalian berdua?”
“Apakah Anda bisa memberikan sedikit komentar?”
Tae-Woo hanya mengangkat sebelah tangan dan menuntun Sandy ke mobilnya yang diparkir tidak jauh dari sana. Ia membuka pintu mobil untuk Sandy sambil berusaha menghalangi para wartawan mengambil gambar jelas gadis itu. Ia memerhatikan Sandy terus menunduk dan menutupi wajah dengan sebelah tangan. Tae-Woo cepat-cepat menutup pintu dan berjalan mengelilingi mobilnya ke bagian
73
tempat duduk pengemudi. Sebelum masuk ke mobil, ia tersenyum dan melambaikan tangan sekali lagi ke arah para wartawan.
Setelah mereka sudah agak jauh dari tempat itu, Tae-Woo melirik Sandydan bertanya, “Kau baik-baik saja?”
Sandy melepaskan kacamata dan mengembuskan napas kesal. “Paman bilang kita akan difoto. Difoto apanya? Ternyata begini… Ah, tapi benar juga. Kita memang difoto. Oleh wartawan.”
“Jangan menyalahkan Hyong,” kata Tae-Woo. “Setidaknya Hyong sudah mengubah penampilanmu sebelum menjebak kita.”
“Menurutmu mereka berhasil memotretku?” tanya Sandy ingin tahu.
“Sudah tentu,” sahut Tae-Woo sambil tersenyum. “Tapi kau tidak usah cemas. Dengan penampilan seperti itu, tidak akan ada orang yang tahu kau adalah kau.”
Gadis itu menunduk memerhatikan penampilannya sendiri. Tiba-tiba ia bertanya, “Tapi tadi kau langsung mengenaliku. Bagaimana bisa?”
Tae-Woo tidak tahu harus menjawab apa. TAdi ketika melihat seorang wanita turun dari mobil Park Hyun-Shik, ia langsung tahu wanita itu Sandy. Kalau dipikir-pikir, ia sendiri juga tidak mengerti bagaimana ia bisa begitu yakin. Penampilan Sandy berbeda sekali dengan biasanya, tapi tadi ia bahkan tidak memerhatikan penampilan gadis itu. Ia hanya tahu wanita yang berdiri di sana Sandy.
“Terus terang saja, aku juga tidak tahu,” sahut Tae-Woo.
Sandy tersenyum, lalu bertanya, “Sekarang bagaimana? Kau mau ke mana?”
Tae-Woo melirik jam tangannya dan berkata, “Sekarang aku harus menghadiri konser amal…”
Ponselnya berbunyi. “Sebentar.” Ia memasang earphone untuk menjawab. “Hyong, ada apa? … Aku sedang di jalan… Begitu? Hyong yakin? … Baiklah.”
Ia melepaskan earphone dan menoleh ke samping. Sandy ternyata juga sedang berbicara di telepon.
“Oh, Young-Mi, ada apa?” kata gadis itu dengan ponsel yang ditempelkan ke telinga. “Aku? Aku sedang di jalan… Apa? Bukan, bukan bersama Jeong-Su ssi.” Tae-Woo menyadari Sandy meliriknya sekilas. “Sebentar lagi aku akan pulang ke rumah… Mm, nanti telepon aku lagi.”
“Sepertinya kau belum bisa pulang sekarang,” kata Tae-Woo setelah melihat Sandy memasukkan ponsel ke tas tangannya.
“Kenapa?”
“Hyong menyuruhmu ikut denganku ke konser amal itu.”
“Kenapa?! Tidak mau.”
74
Tae-Woo melihat gadis itu agak cemas. “Tidak apa-apa,” katanya menenangkan. “Kau hanya perlu hadir di sana. Selebihnya serahkan padaku. Hyong juga ada di sana. Tidak akan lama.”
Sandy menggeleng-geleng. “Tidak, tidak. Sudah kubilang aku hanya akan berfoto denganmu. Tidak lebih.”
Tae-Woo menarik napas. “Kau juga tahu tadi kita dikejar-kejar wartawan. Saat ini mereka pasti sedang mengikuti kita. Apalagi mereka juga tahu aku akan pergi ke konser amal itu. Kalau kau kuturunkan di tengah jalan atau di mana pun, mereka pasti akan mengerumunimu. Kau mau begitu?”
Sandy tidak menjawab. Tae-Woo meliriknya dan melihat gadis itu menggigit bibir dengan kening berkerut.
“Aku minta maaf atas semua kejadian hari ini,” kata Tae-Woo lagi. “Aku berjanji akan mengantarmu pulang secepatnya.”
“Apa yang sudah kulakukan?”
Sandy mengucapkan kata-kata itu dengan pelan, tapi Tae-Woo bisa mendengarnya. Karena tidak tahu harus berkomentar apa, ia diam saja. Gadis yang duduk di sampingnya juga tidak mengatakan apa-apa lagi.
Kang Young-Mi baru saja selesai membantu ibunya mencuci piring. Jam makan siang sudah lewat sejak tadi dan sekarang rumah makan milik keluarganya ini tidak begitu ramai.
“Ibu, aku naik ya?” Young-Mi berseru kepada ibunya yang duduk di meja kasir, lalu berlari menaiki tangga ke lantai atas tanpa menunggu jawaban.
Young-Mi segera menyalakan televisi karena sebentar lagi siaran langsung konser musik amal akan ditayangkan. Ia membuka sebungkus keripik kentang dan berbaring telungkup di lantai sambil bertopang dagu.
“Ah, ternyata sudah dimulai,” gerutunya ketika gambar muncul di layar televisi. “Wah, yang datang banyak sekali.”
Di layar televisi terliaht artis-artis berjalan memasuki aula konser dan para reporter sibuk mewawancarai artis-artis yang lewat. Lalu di layar televisi muncul wajah Jung Tae-Woo.
“Oh, ternyata Jung TaeWoo juga datang ke konser itu!” seru Young-Mi pada dirinya sendiri. “Dia ikut menyanyi juga ya?”
Kang Young-Mi memerhatikan idolanya dengan hati berbunga-bunga. Jung Tae-Woo yang mengenakan turtleneck hitam dan jas cokelat muda itu terlihat tampan seperti biasa dan ia terus tersenyum ramah ketika diwawancarai reporter.
75
“Jadi, Jung Tae-Woo, siapakah wanita yang tadi datang bersama Anda? Wanita yang berdiri di sana itu? Kekasih Anda?” tanya si reporter sambil menyodorkan mikrofon kepada Jung Tae-Woo.
Young-Mi melihat wanita berkacamata gelap yang berdiri agak jauh di belakang Jung Tae-Woo. Wajahnya tidak terlihat jelas sehingga Young-Mi pun merangkak mendekati pesawat televisi sambil memasukkan beberapa potong keripik ke mulut.
Jung Tae-Woo tertawa dan menoleh ke arah si wanita dan berpaling kembali kepada si reporter.
Bagi Young-Mi, reaksi Jung Tae-Woo sudah menunjukkan jawabannya, dan ternyata si reporter juga berpendapat sama. Tanpa menunggu jawaban Jung Tae-Woo, si reporter bertanya lagi dengan nada menggoda, “Kenapa Anda tidak memperkenalkan Nona itu kepada kami semua? Ayolah, kenapa harus malu?”
“Benar! Kenapa harus disembunyikan?” seru Young-Mi kepada gambar Jung Tae-Woo di televisi.
Jung Tae-Woo masih tersenyum ketika menjawab, “Memang benar, tapi sebenarnya dia agak pemalu. Dia bersedia datang hari ini juga karena saya yang memintanya. Kalau tidak, dia sama sekali tidak akan datang.”
“Wah, gadis yang sombong. Soon-Hee harus melihat ini,” kata Young-Mi sambil duduk bersila. Ia meraih telepon dan menghubungi nomor ponsel Sandy. Matanya tetap mengawasi Jung Tae-Woo yang sudah beranjak pergi dari si reporter dan menghampiri kekasihnya. Kamera memang sudah tidak difokuskan pada Jung Tae-Woo karena sekarang ada artis lain yang sedang diwawancarai. Tapi Jung Tae-Woo dan kekasihnya masih terlihat di bagian latar, walaupun tidak terlalu jelas.
“Han Soon-Hee, cepat angkat teleponmu sebelum Jung Tae-Woo dan kekasihnya masuk,” kata Young-Mi gemas. Ia terus menatap Jung Tae-Woo dan kekasihnya di televisi, seakan-akan kedua orang itu bakal lenyap kalau ia mengalihkan pandangan sedetik saja.
Young-Mi melihat wanita itu sedang mencari-cari sesuatu di dalam tas tangannya sementara Jung Tae-Woo berdiri di sampingnya. Wanita itu mengeluarkan sesuatu dari tasnya, lalu melakukan gerakan membuka dan menutup. Tepat pada saat itu nada sambung di telepon Young-Mi terputus.
“Ah, anak aneh ini kenapa tidak menjawab teleponku? Tidak mau melihat pacar Jung Tae-Woo?” gerutu Young-Mi sambil menekan nomor ponsel Sandy sekali lagi. “Jangan-jangan dia masih di jalan ya?”
Young-Mi menatap layar televisi dan merasa lega karena Jung Tae-Woo dan kekasihnya masih terlihat di sudut. Sambil menunggu Sandy menjawab telepon,
76
Young-Mi menyipitkan mata supaya bisa melihat lebih jelas Jung Tae-Woo dan pacarnya. Kali ini wanita itu kembali merogoh tas.
“Ada apa dengannya? Kelihatannya sibuk sekali,” Young-Mi bertanya sendiri.
Wanita itu mengeluarkan sesuatu lagi dan menatap benda yang dipegangnya itu.
“Ponsel?” gumam Young-Mi tidak yakin sambil menyipitkan mata.
Wanita itu menatap tangannya, lalu menatap Jung Tae-Woo. Jung Tae-Woo terlihat menggeleng-geleng, memberi isyarat supaya wanita itu melihat ke sekeliling, sambil mengucapkan sesuatu. Entah apa yang ia katakan karena akhirnya wanita itu terlihat mengutak-atik benda yang dipegangnya.
Tepat pada saat itu nada sambung di telepon Young-Mi terputus sekali lagi. Young-Mi tertegun. Ia menatap layar televisi dengan mata terbelalak. Bungkusan keripik yang sejak tadi dipeluknya terlepas dan jatuh ke lantai. Matanya terpaku pada layar televisi. Ia melihat kekasih Jung Tae-Woo sedang menundukkan kepala dan mengutak-atik sesuatu yang menurut Young-Mi ponsel, lalu memasukkannya kembali ke tas tangan. Kemudian mereka berdua bergerak dan menghilang dari layar televisi Young-Mi.
Young-Mi menatap layar televisi dan telepon yang dipegangnya bergantian. Otaknya sibuk berputar. Ia mencoba menghubungi ponsel Sandy sekali lagi dan kali ini ia hanya mendengar suara operator telepon yang berkata telepon yang dituju sedang tidak aktif. Young-Mi menutup telepon dan mengerutkan dahi.
“Apa yang kulihat tadi? Apa artinya ini? Hanya kebetulan? Kebetulan yang aneh…,” gumam Young-Mi pada dirinya sendiri. Ia tidak lagi bersemangat menonton konser amal itu. Ia sibuk memutar otak, memikirkan apa yang baru saja ia lihat dan alami. Ia tidak percaya dengan kemungkinan yang muncul di benaknya. “Ini tidak mungkin. Tapi memang kalau dipikir-pikir…”
Seperti yang dikatakan Jung Tae-Woo sebelumnya, Sandy tidak perlu mengikuti acara konser amal itu sampai selesai karena Tae-Woo punya jadwal lain yang sangat padat. Begitu Sandy sudah menyelesaikan tugasnya, Park Hyun-Shik mengantarnya pulang sementara Jung Tae-Woo menghadiri acara selanjutnya.
Ketika berjalan di sepanjang koridor menuju apartemennya, Sandy agak heran melihat Kang Young-Mi berdiri di depan pintu gedung itu.
“Young-Mi, sedang apa kau di sini?” tanya Sandy sambil mempercepat langkah untuk menghampiri temannya.
Young-Mi mengangkat wajah dan Sandy melihat mata temannya terbelalak kaget ketika melihatnya. Lalu Young-Mi tersenyum aneh. “Ternyata tidak salah,” gumamnya.
77
“Mm? Kau bilang apa?” Sandy mengeluarkan kunci pintu dan memandang temannya.
Young-Mi tersenyum dan menggeleng. “Tidak, aku sedang bicara sendiri. Ayo, kita masuk dulu. Aku sudah capek berdiri sejak tadi.”
Sandy segera membuka pintu dan mengajak Young-Mi masuk. “Kenapa menunggu di sini? Kau kan bisa menelepon dulu.”
Young-Mi melangkah masuk dan menjawab, “Ponselmu tidak aktif.”
Sandy menepuk dahi. “Oh, memang kumatikan tadi. Maaf.”
Kang Young-Mi berdiri di tengah-tengah ruang duduk dan mengamati Sandy dari ujung kepala sampai ujung kaki.
Sandy merasa aneh diamati begitu. “Kenapa memandangiku seperti itu?”
“Pakaianmu,” gumam Young-Mi dengan pandangan penuh arti.
Sandy tersentak. Ia baru menyadari ia masih mengenakan pakaian yang diberikan Park Hyun-Shik. Gaya rambutnya juga masih seperti tadi. Young-Mi pasti heran dengan penampilannya yang seperti ini.
“Ah, ini?” Sandy berbalik memunggungi temannya dan pura-pura mencari sesuatu di dalam emari es. Otaknya berputar cepat, mencari alasan yang masuk akal. “Biasa lah, Mister Kim sedang melakukan percobaan baru. Katanya penampilan ini cocok untukku. Tapi kurasa tidak begitu. Aku benar, kan? Eh, kau mau minum apa?”
Sandy memutar tubuh, kembali menghadap temannya. Young-Mi sudah duduk di sofa dengan tangan terlipat di depan dada. Tatapan temannya itu seakan bisa menembus ke dalam hatinya. Sandy mulai gugup.
“Kau tahu,” Young-Mi membuka mulut, “tadi aku menonton acara konser amal di televisi.”
Sandy merasa jantungnya berdebar dua kali lebih cepat daripada biasanya. Tidak mungkin Young-Mi melihatnya. Ia sudah sangat hati-hati agar tidak disorot kamera. “Aku melihat Jung Tae-Woo bersama kekasihnya,” Young-Mi melanjutkan dengan nada tenang. Ia tersenyum kecil. “Anehnya, kekasihnya itu memakai pakaian yang sama dengan yang kaupakai sekarang. Gaya rambut kalian juga sama persis.”
Baiklah, Sandy harus melakukan sesuatu. Ia tertawa dan berkata, “Lalu kau mengira aku wanita itu? Young-Mi, kau ada-ada saja.”
Young-Mi mengangkat alis. “Benarkah, begitu? Sebenarnya aku juga tidak akan berpikir wanita itu kau, Soon-Hee, kalau saja aku tidak meneleponmu saat itu. Aku melihatmu di televisi. Memang tidak jelas, tapi aku melihat kejadiannya.”
Sandy ingat Young-Mi memang menghubungi ponselnya ketika ia berada di acara konser amal. Ia tidak menjawab karena suasana di sana berisik sekali, semua orang berbicara dan irama musik terdengar di mana-mana. Kalau ia menjawab, Young-Mi
78
akan mendengar bunyi berisik di latar belakang dan merasa curiga. Tae-Woo juga berkata sebaiknya ia tidak menjawab telepon. Itulah sebabnya Sandy mematikan ponselnya. Ternyata saat itu Young-Mi melihatnya di televisi.
“Ketika aku meneleponmu, kekasih Jung Tae-Woo secara kebetulan juga menerima telepon. Ketika dia memutuskan hubungan, tepat pada saat itu nada sambung di teleponku juga terputus,” Young-Mi melanjutkan. “Aku mencoba lagi dan melihat wanita itu akhirnya mematikan ponselnya.”
Sandy tidak bisa mengelak lagi. Ia sudah tidak tahu alasan apa lagi yang bisa ia gunakan. Ia sudah mengenal Kang Young-Mi selama bertahun-tahun dan tahu benar temannya itu pintar dan berotak tajam. Mungkin saja saat ini Young-Mi sudah bisa menduga sendiri. Sandy tidak bisa lagi menyembunyikan masalah ini darinya.
“Han Soon-Hee, kurasa sekarang waktunya kau memberitahuku apa yang sebenarnya terjadi,” kata Young-Mi. “Aku sudah berpikir lama dan ingin tahu apakah kenyataannya seperti yang kupikirkan.”
Suasana di salah satu toko buku terbesar di Seoul itu terlihat ramai sekali. Di depan toko terpasang spanduk yang bertuliskan “Peluncuran Buku Salju di Musim Panas dan Pembagian Tanda Tangan Choi Min-Ah”. Mungkin ini sebabnya kenapa buku yang paling banyak dipajang di etalase toko itu adalah Saljut di Musim Panas karya Choi Min-Ah. Para pengunjung toko masing-masing memegang buku tersebut sambil berdiri berdesak-desakan sementara anggota-anggota staf toko bersusah payah mengendalikan keadaan. Selain para pengunjung toko, beberapa wartawan juga tampak hadir di sana.
“Choi Min-Ah sudah datang?” seru seorang wanita berkacamata kepada salah satu anggota stafnya yang sedang berbicara di telepon.
Anggota staf tersebut menutup telepon dan menjawab, “Katanya dia akan tiba dalam dua puluh menit.”
Wanita berkacamata itu memegang kening dan mengembuskan napas. “Aku tidak tahu apakah kita bakal mampu bertahan dua puluh menit lagi. Hei, semuanya sudah siap di belakang sana? Aku ingin semuanya sempurna sebelum Choi Min-Ah menginjakkan kaki di toko ini. Mengerti?”
Dua puluh dua menit kemudian, orang yang ditunggu-tunggu akhirnya tiba. Seorang wanita cantik keluar dari mobil hitam dan berjalan masuk ke toko buku sambil tersenyum lebar dan melambaikan tangan dengan anggun.
“Itu Choi Min-Ah! Cantik sekali! Lebih cantik daripada fotonya.”
“Katanya dia baru pulang dari Amerika.”
“Dia pulung khusus untuk menghadiri acara ini.”
79
“Dia kelihatan masih muda ya.”
“Kaulihat pakaiannya? Bagus sekali!”
“Aku sudah membaca semua buku yang ditulisnya.”
Choi Min-Ah menyalami wanita berkacamata yang adalah manajer toko itu, kemudian berdiri di balik meja panjang yang sudah tersedia. Senyumnya yang tulus dan menyenangkan masih tersungging di bibir.
“Apa kabar, semuanya?” Choi Min-Ah menyapa para pengunjung dengan suaranya yang indah dan ramah. Para pengunjung pun membalas sapaannya meski dengan agak kacau-balau. Choi Min-Ah tertawa kecil dan melanjutkan, “Saya baru saja turun dari pesawat dan sepanjang perjalanan dari bandara saya merasa lelah sekali. Tapi begitu tiba di sini dan mendapat sambutan sehangat ini, tiba-tiba saya merasa segar kembali. Terima kasih banyak.”
Para pengunjung pun tertawa dan bertepuk tangan.
Setelah acara penandatanganan buku itu selesai, Choi Min-Ah mengizinkan para wartawan mewawancarainya. Mula-mula para wartawan menanyainya tentang buku barunya, tentang proses penulisan bukunya, tentang ide-idenya dan hal-hal teknis lain. Sering berlalunya berbagai pertanyaan, para wartawan pun semakin berani karena meliaht sikap Choi Min-Ah yang ramah dan terbuka.
“Nyonya Choi Min-Ah, bagaimana kabar suami Anda?”
“Dia baik-baik saja, masih terus membenamkan diri dalam not-not balok seperti biasa,” jawab Choi Min-Ah ceria. “Kadang-kadang dia malah melupakan istrinya yang cantik ini.”
“Lalu bagaimana kabar putra Anda?”
“Tae-Woo? Seharusnya dia baik-baik saja. Saya belum sempat meneleponnya. Dia bahkan belum tahu saya ada di Seoul. Mungkin saya akan meneleponnya nanti,” sahut Choi Min-Ah. “Tapi saya rasa Anda sekalian tentu sudah tahu dengan sangat jelas keadaannya. Akhir-akhir ini dia sangat sibuk dengan album barunya.”
“Kabarnya dia sudah punya kekasih. Apakah Anda tahu itu, Nyonya?”
Wajah Choi Min-Ah berseri-seri. “Ah, benar. Tentu saja saya tahu. Saya pernah berbicara dengannya. Han Soon-Hee ssi itu gadis yang baik. Aku berharap hubungan mereka akan berhasil.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar