Selasa, 23 Desember 2014

BAB 4 PART 2

Sandy merasa tidak perlu memberitahu Jung Tae-Woo bahwa ia tadi bersama Lee Jeong-Su. Bagaimanapun, masalahnya dengan Lee Jeong-Su adalah masalah pribadi yang tidak ada hubungannya dengan Jung Tae-Woo maupun Park Hyun-Shik. Ditambah lagi kenyataan bahwa pertemuan dengan Lee Jeong-Su tadi hanyalah perbincangan singkat tanpa arti khusus.
Jung Tae-Woo menghentikan mobil di depan toko pakaian yang kelihatan mewah di Apgujeong-dong, salah satu kawasan paling trendi di Seoul, dipenuhi restoran kelas atas dan toko pakaian dari para desainer terkenal. Sandy tahu toko itu karena ia sering melewatinya. Kadang-kadang ia berhenti dan mengagumi pakaian yang dipajang di etalasenya, tapi tidak pernah sekali pun ia menapakkan kakinya di dalam toko itu. Ia tidak perlu masuk ke toko itu untuk tahu bahwa harga barang yang dijual di toko itu pasti mahal, sama seperti butik Mister Kim. Ia lebih suka berbelanja di Meyong-dong yang sering disebut Ginza-nya Seoul, salah satu kawasan perbelanjaan yang populer. Harga barang-barang di Myeong-dong memang tidak jauh berbeda dengan harga barang di Apgujeong-dong, tetapi Sandy merasa lebih nyaman karena sudah terbiasa berbelanja di sana.
Sandy mencondongkan badan dan mengamati bangunan itu. “Hei, kau mau masuk ke sana? Memangnya tidak apa-apa kalau kau dikenali orang? Lalu aku bagaimana? Aku tidak ingin terlihat bersamamu.”
Jung Tae-Woo melepaskan sabuk pengamannya dan mendesah. Ia menatap Sandy dengan kening berkerut, lalu berkata, “Aku ini bukan narapidana yang tidak boleh ke mana-mana. Lagi pula apa gunanya jadi artis kalau tidak ingin dikenal orang?”
Sandy masih tidak berniat melepas sabuk pengamannya. “Oh, begitu? Kau merasa senang kalau orang-orang mengenalimu, jadi histeris, lalu jatuh pingsan di hadapanmu?”
“Orang-orang tidak akan pingsan begitu melihatku,” kata Jung Tae-Woo. “Kau tenang saja. Aku kenal pemilik toko ini. Dia tidak akan banyak bertanya. Aku sering ke sini dengan staf manajemenku. Soal dirimu… anggap saja kau salah satu anggota stafku.”
Jung Tae-Woo membuka pintu, lalu mulai beranjak dari kursi ketika ia berhenti dan menoleh ke arah Sandy lagi. “Tunggu dulu. Kau kan memang anggota stafku. Kau bekerja untukku, bukan? Ayo, turun.”
Sandy mengangkat bahu, melepaskan sabuk pengaman dan keluar dari mobil.
“Sebenarnya kau ingin beli apa?” tanya Sandy bingung. Ia melihat-lihat barang-barang yang dijual di toko itu dan ia benar, harganya sama sekali tidak murah.
47
“Entahlah, aku belum tahu,” jawab Jung Tae-Woo sambil melepas kacamata gelapnya. “Bagaimana kalau kau saja yang pilih. Ayo, kita naik.”
“Hei, Jung Tae-Woo!”
Sandy dan Jung Tae-Woo serentak menoleh ke arah seruan penuh semangat itu. Ternyata suara itu milik laki-laki yang tampan sekali. Sandy merasa pernah melihat laki-laki itu. Di mana ya? Ah! Di televisi. Laki-laki itu kan bintang iklan pakaian olahraga. Tidak salah lagi.
“Apa kabar, Danny?” Jung Tae-Woo menyapa dan menepuk punggungnya.
Sandy menjauh dari sana dan membiarkan kedua laki-laki itu berbincang-bincang. Kalau tidak salah, ia memang pernah dengar Jung Tae-Woo berteman baik dengan Danny. Walaupun sudah berdiri agak jauh dan tersembunyi di balik rak pakaian, ia masih bisa mendengar jelas pembicaraan kedua laki-laki itu.
“Hei, kauganti nomor ponselmu, ya?” Sandy mendengar Danny bertanya kepada Jung Tae-Woo.
“Tidak. Kenapa?”
“Beberapa hari yang lalu aku meneleponmu, tapi yang menjawab wanita dan dia bilang dia tidak kenal denganmu.”
Sandy menutup mulut dengan sebelah tangan. Ia ingat hari itu, hari ketika ponselnya dan ponsel Jung Tae-Woo tertukar. Saat itu ia mengira orang itu salah sambung. Sandy mengalihkan tatapan ke arah Jung Tae-Woo, penasaran bagaimana jawaban pria itu.
“Kau pasti salah sambung. Nomor ponselku tetap seperti yang dulu,” katanya tenang sambil tersenyum.
“Tidak mungkin salah sambung,” Danny bersikeras. “Tapi sudahlah, itu bukan masalah. Kakakku terus menanyakan kabarmu. Katanya sudah lama kau tidak ke sini.”
“Maaf. Aku memang agak sibuk belakangan ini.”
Danny menatap Jung Tae-Woo penuh selidik. “Oh ya, aku baru ingat. Kenapa kau tidak cerita padaku?”
Jung Tae-Woo mengangkat alis. “Tentang apa?”
“Pacarmu.”
Sandy menahan napas.
Jung Tae-Woo terlihat bingung. “Pacar? Pacar yang man—Aah, itu…”
Bagaimana sih? Sandy merasa kesal. Jung Tae-Woo selalu khawatir Sandy akan membocorkan rahasia mereka, tapi sekarang ia sendiri yang hampir membongkar semuanya.
Danny tertawa. “Masa kau lupa pacarmu sendiri?”
48
Jung Tae-Woo ikut tertawa. “Lain kali saja kuceritakan. Nah, itu ada yang memanggilmu. Sudah, pergilah, tidak usah melayaniku.”
“Hei, tadi itu Danny yang bintang iklan itu ya?” tanya Sandy ketika Jung Tae-Woo sudah berada di sampingnya.
“Mmm. Memangnya kenapa?” Jung Tae-Woo balas bertanya.
“Ternyata dia tampan sekali,” kata Sandy. “Aku tidak percaya aku bisa melihat aslinya. Seharusnya tadi aku minta tanda tangan, siapa tahu Young-Mi mau.”
Jung Tae-Woo memandangnya, lalu bergumam pelan. “Untuk temanmu atau…”
“Hm?”
“Ah, tidak…. Sudah memilih sesuatu?”
“Katanya kau ingin memilih sendiri,” protes Sandy, tapi Jung Tae-Woo sudah berjalan pergi. Sandy membiarkan dirinya beberapa saat memandang sosok belakang Danny yang menjauh, lalu membalikkan tubuh menyusul Jung Tae-Woo yang sudah naik ke lantai dua toko itu.
“Ini tokonya?” tanya Sandy lagi setelah berhasil menyusul Jung Tae-Woo.
“Apa?” Jung Tae-Woo sibuk melihat-lihat aksesori yang dijual di sana.
“Maksudku, toko ini milik Danny?”
“Sebenarnya milik kakak perempuannya, tapi Danny sering ada di sini,” sahut Jung Tae-Woo. Lalu ia tiba-tiba menoleh dan menatap Sandy dengan pandangan menyelidik. “Kenapa tanya-tanya?”
Sandy membalas tatapan Jung Tae-Woo tanpa merasa bersalah. “Hanya ingin tahu. Eh, kau kenal siapa lagi? Kenap mantan personel H.O.T? Shinhwa?”
Jung Tae-Woo mendesah keras dan berkacak pinggang. “Kalau nona besar tidak lupa, kau di sini untuk membantuku memilih sesuatu!”
Sandy mencibir. “Oke, oke. Bagaimana kalau bros?” katanya sambil menunjuk barisan bros cantik yang dipajang di kotak kaca.
“Aku sudah pernah memberikan bros untuk penggemarku dulu,” kata Jung Tae-Woo.
“Aah, benar juga.” Sandy mengangguk-angguk sambil terus mengamati bros-bros itu. “Waktu itu sudah pernah ya…”
Beberapa detik berlalu tanpa tanggapan, meski begitu Sandy merasa Jung Tae-Woo sedang menatapnya. Sandy pun mengangkat kepala dan melihat ke arah laki-laki itu. Ah, sepertinya ia keliru, Tae-Woo sedang memandang ke arah lain.
“Kau kenapa?” tanya Sandy.
Jung Tae-Woo menoleh dan menunjuk ke bagian topi. “Kita ke sana.”
Sandy mengikuti laki-laki itu, namun ketika ia melewati salah satu manekin, langkahnya tiba-tiba terhenti. Mata Sandy tertuju pada syal panjang yang dipakaikan
49
pada manekin itu. Syal bermotif kotak-kotak hitam-putih yang kelihatan bagus sekali. Sandy menjulurkan tangan dan menyentuh syal itu.
“Sedang apa kau di sini?” Tiba-tiba Jung Tae-Woo sudah berdiri di belakangnya.
Sandy menoleh ke belakang dan berkata, “Lihat syal ini. Bagus, kan?”
“Menurutmu bagus?” tanya Jung Tae-Woo.
Sandy mengelus-elus syal itu. “Tentu saja. Aku suka sekali motif dan warnanya.”
Jung Tae-Woo melepaskan syal itu dari manekin dan memakainya. Ia berjalan ke cermin dan mematut diri. Sandy mengikuti dari belakang sambil menggerutu dalam hati, kenapa jadi Jung Tae-Woo yang mencoba memakainya?
“Memang bagus,” Jung Tae-Woo mengakui. “Cocok untukku, bukan?”
Sandy ikut melihat bayangan Jung Tae-Woo di cermin dan harus mengakui pria itu memang terlihat keren sekali dengan syal itu.
“Cocok. Kau bisa memakainya pada acara jumpa penggemarmu nanti,” usul Sandy sambil mengalihkan pandangan.
“Boleh juga,” kata Jung Tae-Woo dan berputar dari cermin. “Lalu soal hadiah untuk penggemar, kupikir sebaiknya mereka kubelikan topi saja. Bagaimana?”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar