Dari daftar kandidat emilihan yang
digelar di 9 provinsi dan 255 kota/kabupaten ini, bisa dilihat adanya masalah.
Selain rekam jejaknya yang meragukan, catatan khusus perlu diberikan kepada
calon inkumben. Ada banyak temuan bahwa mereka menggunakan program pemerintah
yang ada dibawah kendalinya untuk "kampanye terselubung". Tentu
mereka lebih diuntungkan dalam soal ini dibandingkan dengan lawan politiknya.
Ada banyak kemungkinan penyebab tak tercapainya
target partisipasi itu. Bisa karena rendahnya kesadaran politik, minimnya
sosialisasi, dan bisa juga karena kandidat tidak sesuai dengan harapan. Ada pun
penyebabnya, hal ini menjadi catatan bagi KPU. Walau angka capainya 60-70%
tidak terlalu buruk, dalam pemilu daerah mendatang.
Setelah
pemilihan kepala daerah, biasanya muncul ketegangan, protes terhadap pemenang,
dan tidak jarang kerusuhan. Di Semarang, yang terjadi justru sebaliknya.
Meskipun dalam penghitungan sementara kalah, calon wali kota
Sigit Ibnugroho dan wakil wali kota Agus Sutyoso meminta semua pihak tidak
terkotak-kotak. Mereka meminta para simpatisan mendukung pembangunan agar kota
kian bermartabat.
Fenomena ini memberi pelajaran kepada kita betapa kemenangan
politik bukan segala-galanya. Kompetisi boleh terjadi tetapi jangan sampai
berakhir dengan pertikaian-pertikaian yang tidak perlu. Adu program terbaik
boleh dilakukan tetapi jangan sampai diselesaikan dengan sengketa-sengketa
berkepanjangan.
Karena itu, mari kita dorong pendukung calon wali kota dan
wakil wali kota lain menjadikan kerukunan sebagai penutup perhelatan pilkada.
Mengedepankan sportivitas dan mengakui kemenangan pihak lain, dengan demikian,
adalah jalan terbaik menuju akhir pilkada yang indah.
Hal ini bisa terjadi jika para petarung politik tidak
menistakan pihak lain. Lawan politik tidak dianggap sebagai musuh abadi
sehingga kemenangan dan kekalahan hanyalah konsekuensi sebuah perhelatan
politik.
Jadi, ajakan Ibnugroho agar siapa pun mendukung wali kota
terpilih patut diacungi jempol. Pendukung wali kota terpilih juga tidak perlu
hanyut dalam euforia kemenangan. Mereka tidak perlu mengarak bendera kemenangan
ke jalan-jalan.
Tidak perlu juga menganggap yang kalah sebagai pecundang.
Pendek kata, begitu perhelatan pilkada berakhir, mereka harus sayuk rukun lagi
menjadi warga idaman. Menjadi orang-orang yang punya gairah besar untuk
memajukan dan membangun kota.
Tentu tidak mudah melahirkan warga-warga yang toleran
terhadap siapa pun yang pernah menjadi lawan politik. Diperlukan kesadaran
kemanusiaan yang tinggi untuk sampai bisa mengubah persepsi lawan menjadi
kawan.
Namun, karena menjadi lebih manusiawi bukanlah tindakan
mustahil, maka tidak ada salahnya seruan “persatuan dan kesatuan” terus-menerus
digelorakan. Mungkin perlu diselenggarakan semacam “malam keakraban” yang
melibatkan semua petarung politik.
Pada acara itu para calon pemimpin kota (di Semarang misalnya
Hendi, Soemarmo, dan Ibnugroho) bergandeng tangan dan menyatakan kepada publik
bahwa mereka akan menjaga dan membangun kota bersama. Jika hal semacam ini bisa
dilakukan, maka setiap pertarungan politik akan menjadi kompetisi yang mesra.
Peroses Pergantian Antar Waktu (PAW) dua kader anggota DPRD
Riau dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Yakni Zukri Misran dan
Safaruddin Poti yang maju di pilkada serentak 9 Desember besok masih menunggu
Pilkada selesai. Pasalnya partai PDIP masih memfokuskan untuk pemenangan
partainya di pilkada nanti.
"Untuk PAW kader PDI perjuangan. Sesuai dengan keputusan partai masih fokus ke pilkada tanggal 9 besok. Prosesnya akan kita mulai setelah pilkada nanti," ujar Makmun Solihin kepada Riaupos.co Selasa (8/12/2015)
Saat ditanya akibat kekosongan tersebut dia mengatakan ada kerugian secara kuantitas karena sebelumnya sembilan orang sekarang menjadi tujuh orang.
"Tetapi secara kualitas, selama visi misi partai masih tercapai, tidak rugi. Cuma kalau secara kuantitas jumlah anggota di DPRD ini ya kita rugi karena sebelumnya kita 9 orang, sekarang 7 orang, di situ saja rugingnya," tutupnya.
"Untuk PAW kader PDI perjuangan. Sesuai dengan keputusan partai masih fokus ke pilkada tanggal 9 besok. Prosesnya akan kita mulai setelah pilkada nanti," ujar Makmun Solihin kepada Riaupos.co Selasa (8/12/2015)
Saat ditanya akibat kekosongan tersebut dia mengatakan ada kerugian secara kuantitas karena sebelumnya sembilan orang sekarang menjadi tujuh orang.
"Tetapi secara kualitas, selama visi misi partai masih tercapai, tidak rugi. Cuma kalau secara kuantitas jumlah anggota di DPRD ini ya kita rugi karena sebelumnya kita 9 orang, sekarang 7 orang, di situ saja rugingnya," tutupnya.