Kamis, 24 Desember 2015

SETELAH PILKADA USAI

      Meski sukses dari sisi penyelenggaraan, pemilihan kepala daerah telah usai meninggalkan beberapa catatan penting. Hasil pemilihan ini ternyata tidak menunjukkan kualitas demokrasi. Banyak kepala daerah terpilih, tapi tidak memiliki rekam jejak yang memuaskan. Sebagian diantaranya menang sekedar karena populer sebagai selebritas. Sebagian yang lain justru melanggengkan dinasti politik.
     Dari daftar kandidat emilihan yang digelar di 9 provinsi dan 255 kota/kabupaten ini, bisa dilihat adanya masalah. Selain rekam jejaknya yang meragukan, catatan khusus perlu diberikan kepada calon inkumben. Ada banyak temuan bahwa mereka menggunakan program pemerintah yang ada dibawah kendalinya untuk "kampanye terselubung". Tentu mereka lebih diuntungkan dalam soal ini dibandingkan dengan lawan politiknya.
    Ada banyak kemungkinan penyebab tak tercapainya target partisipasi itu. Bisa karena rendahnya kesadaran politik, minimnya sosialisasi, dan bisa juga karena kandidat tidak sesuai dengan harapan. Ada pun penyebabnya, hal ini menjadi catatan bagi KPU. Walau angka capainya 60-70% tidak terlalu buruk, dalam pemilu daerah mendatang.
Setelah pemilihan kepala daerah, biasanya muncul ketegangan, protes terhadap pemenang, dan tidak jarang kerusuhan. Di Semarang, yang terjadi justru sebaliknya.
Meskipun dalam penghitungan sementara kalah, calon wali kota Sigit Ibnugroho dan wakil wali kota Agus Sutyoso meminta semua pihak tidak terkotak-kotak. Mereka meminta para simpatisan mendukung pembangunan agar kota kian bermartabat.
Fenomena ini memberi pelajaran kepada kita betapa kemenangan politik bukan segala-galanya. Kompetisi boleh terjadi tetapi jangan sampai berakhir dengan pertikaian-pertikaian yang tidak perlu. Adu program terbaik boleh dilakukan tetapi jangan sampai diselesaikan dengan sengketa-sengketa berkepanjangan.
Karena itu, mari kita dorong pendukung calon wali kota dan wakil wali kota lain menjadikan kerukunan sebagai penutup perhelatan pilkada. Mengedepankan sportivitas dan mengakui kemenangan pihak lain, dengan demikian, adalah jalan terbaik menuju akhir pilkada yang indah.
Hal ini bisa terjadi jika para petarung politik tidak menistakan pihak lain. Lawan politik tidak dianggap sebagai musuh abadi sehingga kemenangan dan kekalahan hanyalah konsekuensi sebuah perhelatan politik.
Jadi, ajakan Ibnugroho agar siapa pun mendukung wali kota terpilih patut diacungi jempol. Pendukung wali kota terpilih juga tidak perlu hanyut dalam euforia kemenangan. Mereka tidak perlu mengarak bendera kemenangan ke jalan-jalan.
Tidak perlu juga menganggap yang kalah sebagai pecundang. Pendek kata, begitu perhelatan pilkada berakhir, mereka harus sayuk rukun lagi menjadi warga idaman. Menjadi orang-orang yang punya gairah besar untuk memajukan dan membangun kota.
Tentu tidak mudah melahirkan warga-warga yang toleran terhadap siapa pun yang pernah menjadi lawan politik. Diperlukan kesadaran kemanusiaan yang tinggi untuk sampai bisa mengubah persepsi lawan menjadi kawan.
Namun, karena menjadi lebih manusiawi bukanlah tindakan mustahil, maka tidak ada salahnya seruan “persatuan dan kesatuan” terus-menerus digelorakan. Mungkin perlu diselenggarakan semacam “malam keakraban” yang melibatkan semua petarung politik.
Pada acara itu para calon pemimpin kota (di Semarang misalnya Hendi, Soemarmo, dan Ibnugroho) bergandeng tangan dan menyatakan kepada publik bahwa mereka akan menjaga dan membangun kota bersama. Jika hal semacam ini bisa dilakukan, maka setiap pertarungan politik akan menjadi kompetisi yang mesra.

 Peroses Pergantian Antar Waktu (PAW) dua kader anggota DPRD Riau dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Yakni Zukri Misran dan Safaruddin Poti yang maju di pilkada serentak 9 Desember besok masih menunggu Pilkada selesai. Pasalnya partai PDIP masih memfokuskan untuk pemenangan partainya di pilkada nanti.

"Untuk PAW kader PDI perjuangan. Sesuai dengan keputusan partai masih fokus ke pilkada tanggal 9 besok. Prosesnya akan kita mulai setelah pilkada nanti," ujar Makmun Solihin kepada Riaupos.co Selasa (8/12/2015)

Saat ditanya akibat kekosongan tersebut dia mengatakan ada kerugian secara kuantitas karena sebelumnya sembilan orang sekarang menjadi tujuh orang.

"Tetapi secara kualitas, selama visi misi partai masih tercapai, tidak rugi. Cuma kalau secara kuantitas jumlah anggota di DPRD ini ya kita rugi karena sebelumnya kita 9 orang, sekarang 7 orang, di situ saja rugingnya," tutupnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar