Kamis, 24 Maret 2016

BAB II : SUBYEK DAN OBJEK HUKUM

A.    SUBYEK HUKUM
Subyek hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu berdasar dari sistem hukum Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi, institusi). Prof. Subekti mengatakan bahwa SUBYEK HUKUM adalah pembawa hak atau subyek hukum di dalam hukum yaitu “orang’. Dengan perkataan lain, yang dapat menjadi SUBYEK HUKUM adalah sebagai sebagai penyandang hak dan kewajiban, baik sebagai subyek hukum atau sebagai orang.
Dalam dunia hukum, subyek hukum dapat diartikan sebagai pembawa hak, yakni manusia dan badan hukum.
1. Manusia (naturlife persoon) Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan yang menghendakinya. Namun,
ada beberapa golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus diwakili atau dibantu oleh orang lain.
Badan hukum adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status "persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan dapat dibubarkan.
BADAN HUKUM SEBAGAI SUBYEK HUKUM (Legal Person)
       KUHPerdata tidak mengatur secara umum, hanya dalam Bab 9 Buku III diberikan kemungkinan adanya Badan Hukum. (N: Zedelijk Lichaam).
       Adanya  sebagai subyek hukum timbul karena kebutuhan pergaulan hidup yang membutuhkan subyek hukum lain selain manusia. Manusia yang mempunyai kepentingan yang sama akan berkumpul membentuk organisasi/ perkumpulan.
       Yang akan bertindak untuk organisasi ini adalah pengurusnya. Pengurus ini akan bertindak atas namanya sendiri. Apabila pegurus diganti akan menimbulkan masalah, maka memerlukan status sebagai subyek hukum.
       UU memberikan kemungkinan untuk menjadi yang mempunyai hak dan kewajiban yang terpisah dari hak dan kewajiban anggota. Di samping itu, Badan Hukum dapat melakukan perbuatan hukum.
Teori adanya badan hukum:
TEORI FIKSI dari Von Savigny.
            Dasar untuk menjadi subyek hukum adalah “kemampuan untuk mempunyai kehendak”. Menurut sifatnya hanya manusia, namun dalam pergaulan hidup kita harus mengakui adanya subyek hukum  lain yang dianggap mempunyai kemampuan untuk mempunyai kehendak. Hal ini disebut Fiksi.
TEORI ORGAN dari Otto von Gierke.
            Dasar pemikirannya adalah materi. Harus dapat ditangkap oleh panca-indera.
            Menurut teori ini, BADAN HUKUM adalah organism riil. Pengurus BADAN HUKUM disamakan dengan otak, kaki, tangan manusia. Dengan demikian, BADAN HUKUM bertindak oleh manusia.
TEORI KENYATAAN YURIDIS dari Meyers.
            Persamaan BADAN HUKUM dengan manusia hanya untuk lapangan hukum.
TEORI FUNGSI YANG MEMPUNYAI KEKAYAAN:
            Dasarnya adalah: Yang dapat menjalankan Hak adalah yang mempunyai hak. Dalam hal ini, pengurus yang menjadi pemilik hak dari BADAN HUKUM, karena fungsinya.
TEORI KOLEKTIF dari Von Jehring,  dikembankan Molengraaf :
Kumpulan manusia yang merupakan kesatuan.
            Hak dan Kewajiban BADAN HUKUM adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Artinya mereka bertanggung jawab secara bersama-sama.
TEORI KEKAYAAN BERTUJUAN dari Brinz.
            Yang merupakan subyek hukum adalah  apa yang dilindungi oleh hukum. Biasanya adalah manusia, tetapi mungkin juga tujuan. Sedangkan yang melaksankannya adalah mansusia.

B.     OBYEK HUKUM BENDA BERGERAK DAN BENDA TIDAK BERGERAK
Pengertian Objek hukum adalah segala sesuatu yang berada dalam pengaturan hukum dan dapat dimanfaatkan oleh subjek hukum (manusia dan badan hukum) berdasarkan hak dan kewajiban objek hukum yang bersangkutan. Jadi, objek itu haruslah sesuatu yang pemanfaatannya diatur bedasarkan jual beli, sewa-menyewa, waris-mewarisi, perjanjian dan sebagainya. Objek hukum dapat juga diartikan sebagai segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum, yang disebut hak. Segala sesuatu dapat saja dikuasai oleh subjek hukum.
Berdasarkan Pasal 504 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”), benda dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak. Mengenai benda tidak bergerak, diatur dalam Pasal 506 – Pasal 508 KUHPer. Sedangkan untuk benda bergerak, diatur dalam Pasal 509 – Pasal 518 KUHPer.
 Prof. Subekti, S.H. dalam bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 61-62), suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak (“onroerend”) pertama karenasifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya, dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang.
 Lebih lanjut, Subekti menjelaskan bahwa adapun benda yang tidak bergerak karena sifatnya ialah tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung, karena perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat menjadi satu dengan tanah itu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta dengan apa yang terdapat di dalam tanah itu dan segala apa yang dibangun di situ secara tetap (rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohon yang belum diambil. Tidak bergerak karena tujuan pemakaiannya, ialah segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah atau bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik. Selanjutnya, ialah tidak bergerak karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang, segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang tidak bergerak.
 Pada sisi lain masih menurut Subekti, suatu benda dihitung termasuk golongan benda yang bergerak karena sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang. Suatu benda yang bergerak karena sifatnya ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi misalnya barang perabot rumah tangga. Tergolong benda yang bergerak karena penetapan undang-undang ialah misalnya vruchtgebruik dari suatu benda yang bergerak, lijfrenten, surat-surat sero dari suatu perseroan perdagangan, surat-surat obligasi negara, dan sebagainya.

Menurut Ny. Frieda Husni Hasbullah, S.H., M.H., dalam bukunya yang berjudul Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan, mengatakan bahwa untuk kebendaan tidak bergerak dapat dibagi dalam tiga golongan:
1.      Benda tidak bergerak karena sifatnya (Pasal 506 KUHPer) 
2.        Benda tidak bergerak karena peruntukannya atau tujuan pemakaiannya (Pasal 507 KUHPer)
3.      Benda tidak bergerak karena ketentuan undang-undang 
Kebendaan bergerak dapat dibagi dalam dua golongan:
1.      Benda bergerak karena sifatnya 
2.      Benda bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal 511 KUHPer)
Pembedaan yang berkaitan dengan empat hal yaitu penguasaan, penyerahan, daluwarsa, dan pembebanan. Keempat hal yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1.      Kedudukan berkuasa (bezit)
2.       Penyerahan (levering)
3.      Pembebanan (bezwaring)
4.      Daluwarsa (verjaring)






SUMBER        :
PNN Simanjutak Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta Djambatan 2000
Komariah Hukum Perdata Malang UMM Press 2000
 Hasbullah, Frieda Husni. 2005. Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan. Ind-Hil-Co.
 Subekti. 2003. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Intermasa.
Chainur Arrasjid, 2006. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Penerbit SINAR GRAFIKA: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar