A.
SUBYEK
HUKUM
Subyek
hukum ialah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum. Dalam kehidupan sehari-hari, yang menjadi subyek hukum dalam
sistem hukum Indonesia, yang sudah barang tentu berdasar dari sistem hukum
Belanda, ialah individu (orang) dan badan hukum (perusahaan, organisasi,
institusi). Prof. Subekti mengatakan bahwa
SUBYEK HUKUM adalah pembawa hak atau subyek hukum di dalam hukum yaitu “orang’.
Dengan perkataan lain, yang dapat menjadi SUBYEK HUKUM adalah sebagai sebagai
penyandang hak dan kewajiban, baik sebagai subyek hukum atau sebagai orang.
1. Manusia
(naturlife persoon) Menurut hukum, tiap-tiap seorang manusia sudah menjadi
subyek hukum secara kodrati atau secara alami. Anak-anak serta balita pun sudah
dianggap sebagai subyek hukum. Manusia dianggap sebagai hak mulai ia dilahirkan
sampai dengan ia meninggal dunia. Bahkan bayi yang masih berada dalam kandungan
pun bisa dianggap sebagai subyek hukum bila terdapat urusan atau kepentingan
yang menghendakinya. Namun,
ada beberapa
golongan yang oleh hukum dipandang sebagai subyek hukum yang "tidak
cakap" hukum. Maka dalam melakukan perbuatan-perbuatan hukum mereka harus
diwakili atau dibantu oleh orang lain.
Badan hukum
adalah suatu badan yang terdiri dari kumpulan orang yang diberi status
"persoon" oleh hukum sehingga mempunyai hak dan kewajiban. Badan
hukum dapat menjalankan perbuatan hukum sebagai pembawa hak manusia. Seperti
melakukan perjanjian, mempunyai kekayaan yang
terlepas dari para anggotanya dan sebagainya. Perbedaan badan hukum dengan
manusia sebagai pembawa hak adalah badan hukum tidak dapat melakukan
perkawinan, tidak dapat diberi hukuman penjara, tetapi badan hukum dimungkinkan
dapat dibubarkan.
BADAN HUKUM SEBAGAI SUBYEK HUKUM (Legal Person)
• KUHPerdata
tidak mengatur secara umum, hanya dalam Bab 9 Buku III diberikan kemungkinan
adanya Badan Hukum. (N: Zedelijk Lichaam).
• Adanya
sebagai subyek hukum timbul karena
kebutuhan pergaulan hidup yang membutuhkan subyek hukum lain selain manusia. Manusia
yang mempunyai kepentingan yang sama akan berkumpul membentuk organisasi/
perkumpulan.
• Yang
akan bertindak untuk organisasi ini adalah pengurusnya. Pengurus ini akan
bertindak atas namanya sendiri. Apabila pegurus diganti akan menimbulkan
masalah, maka memerlukan status sebagai subyek hukum.
• UU
memberikan kemungkinan untuk menjadi yang mempunyai hak dan kewajiban yang
terpisah dari hak dan kewajiban anggota. Di samping itu, Badan Hukum dapat
melakukan perbuatan hukum.
Teori adanya badan hukum:
TEORI FIKSI dari Von Savigny.
Dasar
untuk menjadi subyek hukum adalah “kemampuan untuk mempunyai kehendak”. Menurut
sifatnya hanya manusia, namun dalam pergaulan hidup kita harus mengakui adanya
subyek hukum lain yang dianggap
mempunyai kemampuan untuk mempunyai kehendak. Hal ini disebut Fiksi.
TEORI ORGAN dari Otto von
Gierke.
Dasar
pemikirannya adalah materi. Harus dapat ditangkap oleh panca-indera.
Menurut
teori ini, BADAN HUKUM adalah organism riil. Pengurus BADAN HUKUM disamakan
dengan otak, kaki, tangan manusia. Dengan demikian, BADAN HUKUM bertindak oleh
manusia.
TEORI KENYATAAN YURIDIS dari
Meyers.
Persamaan
BADAN HUKUM dengan manusia hanya untuk lapangan hukum.
TEORI FUNGSI YANG MEMPUNYAI KEKAYAAN:
Dasarnya
adalah: Yang dapat menjalankan Hak adalah yang mempunyai hak. Dalam hal
ini, pengurus yang menjadi pemilik hak dari BADAN HUKUM, karena fungsinya.
TEORI KOLEKTIF dari Von
Jehring, dikembankan Molengraaf :
Kumpulan manusia yang merupakan kesatuan.
Hak dan
Kewajiban BADAN HUKUM adalah hak dan kewajiban anggota bersama-sama. Artinya
mereka bertanggung jawab secara bersama-sama.
TEORI KEKAYAAN BERTUJUAN dari
Brinz.
Yang
merupakan subyek hukum adalah apa yang
dilindungi oleh hukum. Biasanya adalah manusia, tetapi mungkin juga tujuan. Sedangkan
yang melaksankannya adalah mansusia.
B.
OBYEK HUKUM BENDA BERGERAK DAN BENDA TIDAK BERGERAK
Pengertian Objek
hukum adalah
segala sesuatu yang berada dalam pengaturan hukum dan dapat dimanfaatkan oleh
subjek hukum (manusia dan badan hukum) berdasarkan hak dan kewajiban objek
hukum yang bersangkutan. Jadi, objek itu haruslah sesuatu yang pemanfaatannya
diatur bedasarkan jual beli, sewa-menyewa, waris-mewarisi, perjanjian dan
sebagainya. Objek hukum dapat
juga diartikan sebagai segala sesuatu yang berguna bagi subjek hukum dan yang
dapat menjadi pokok (objek) suatu hubungan hukum, yang disebut hak. Segala
sesuatu dapat saja dikuasai oleh subjek hukum.
Berdasarkan Pasal 504 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPer”),
benda dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Mengenai benda tidak bergerak, diatur dalam Pasal 506 –
Pasal 508 KUHPer. Sedangkan untuk benda bergerak, diatur dalam Pasal
509 – Pasal 518 KUHPer.
Prof. Subekti, S.H. dalam
bukunya yang berjudul Pokok-Pokok Hukum Perdata (hal. 61-62),
suatu benda dapat tergolong dalam golongan benda yang tidak bergerak (“onroerend”)
pertama karenasifatnya, kedua karena tujuan pemakaiannya,
dan ketiga karena memang demikian ditentukan oleh undang-undang.
Lebih lanjut, Subekti
menjelaskan bahwa adapun benda yang tidak bergerak karena sifatnya ialah
tanah, termasuk segala sesuatu yang secara langsung atau tidak langsung, karena
perbuatan alam atau perbuatan manusia, digabungkan secara erat menjadi satu
dengan tanah itu. Jadi, misalnya sebidang pekarangan, beserta dengan apa yang
terdapat di dalam tanah itu dan segala apa yang dibangun di situ secara tetap
(rumah) dan yang ditanam di situ (pohon), terhitung buah-buahan di pohon yang
belum diambil. Tidak bergerak karena tujuan pemakaiannya, ialah
segala apa yang meskipun tidak secara sungguh-sungguh digabungkan dengan tanah
atau bangunan, dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan itu untuk waktu
yang agak lama, yaitu misalnya mesin-mesin dalam suatu pabrik. Selanjutnya,
ialah tidak bergerak karena memang demikian ditentukan oleh
undang-undang, segala hak atau penagihan yang mengenai suatu benda yang
tidak bergerak.
Pada sisi lain masih menurut
Subekti, suatu benda dihitung termasuk golongan benda yang bergerak karena
sifatnya atau karena ditentukan oleh undang-undang. Suatu benda yang
bergerak karena sifatnya ialah benda yang tidak tergabung dengan tanah
atau dimaksudkan untuk mengikuti tanah atau bangunan, jadi misalnya barang
perabot rumah tangga. Tergolong benda yang bergerak karena penetapan
undang-undang ialah misalnya vruchtgebruik dari suatu
benda yang bergerak, lijfrenten, surat-surat sero dari suatu perseroan
perdagangan, surat-surat obligasi negara, dan sebagainya.
Menurut Ny. Frieda Husni
Hasbullah, S.H., M.H., dalam bukunya yang berjudul Hukum Kebendaan
Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan, mengatakan bahwa untuk kebendaan
tidak bergerak dapat dibagi dalam tiga golongan:
1.
Benda tidak bergerak karena sifatnya
(Pasal 506 KUHPer)
2. Benda
tidak bergerak karena peruntukannya atau tujuan pemakaiannya (Pasal 507 KUHPer)
3. Benda
tidak bergerak karena ketentuan undang-undang
Kebendaan bergerak dapat dibagi
dalam dua golongan:
1.
Benda bergerak karena sifatnya
2. Benda
bergerak karena ketentuan undang-undang (Pasal
511 KUHPer)
Pembedaan yang berkaitan dengan
empat hal yaitu penguasaan, penyerahan, daluwarsa, dan pembebanan. Keempat hal
yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Kedudukan
berkuasa (bezit)
2. Penyerahan
(levering)
3. Pembebanan
(bezwaring)
4. Daluwarsa
(verjaring)
SUMBER :
PNN Simanjutak Pokok-Pokok Hukum
Perdata Indonesia, Jakarta Djambatan 2000
Komariah Hukum Perdata Malang UMM
Press 2000
Hasbullah, Frieda Husni. 2005.
Hukum Kebendaan Perdata: Hak-Hak Yang Memberi Kenikmatan. Ind-Hil-Co.
Subekti. 2003. Pokok-Pokok
Hukum Perdata. Intermasa.
Chainur
Arrasjid, 2006. Dasar-dasar Ilmu Hukum. Penerbit SINAR GRAFIKA: Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar