Rekayasa pertumbuhan ekonomi adalah menarik mencermati pendapat
Wakil Presiden Senior Bank Dunia Paul Romer yang intinya kira-kira mengatakan
bahwa bila pemerintah mengambil tanggung jawab dengan mengarahkan tipe baru
investasi yang membuat seluruh kalangan masyarakat dapat memiliki kesempatan
untuk belajar maka ada kemungkinan untuk mempertahankan pola pertumbuhan
melalui kesetaraan.
Dari pendapat di atas tampak bahwa
Bank Dunia mencoba mengarahkan sorotannya pada peran pemerintah dalam
menciptakan kebijakan investasi agar pertumbuhan yang diciptakannya memberikan
dampak positif-konkret bagi upaya mengatasi ketimpangan. Bank Dunia tampaknya
memahami persoalan yang dihadapi negara-negara berpenghasilan menengah yang
walaupun berhasil menjaga ritme pertumbuhan namun gagal mengatasi jurang
ketimpangan. Apa yang tengah dihadapi Indonesia hingga hari ini secara jelas
menunjukkan sebuah contoh nyata gagalnya investasi dan pertumbuhan mengatasi
realitas ketimpangan yang kian mengkhawatirkan.
Maka, penting menggaris-bawahi
pandangan Bank Dunia tersebut dalam apa yang disebutnya “tipe investasi baru”.
Apa yang kita disebut sebagai optimalisasi fungsi investasi dalam mengatasi
realitas ketimpangan di tengah pertumbuhan yang menjanjikan sesungguhnya
bertolak dari keprihatinan yang sama, yakni kian lebarnya jurang ketimpangan
itu, yang terbaca pada Rasio Gini berada di angka 0,40. Belum lagi kita bicara
soal kemiskinan, pengangguran dan masalah-masalah sosial ekonomi lainnya yang
keseluruhannya bermuara pada isu dipertanyakannya fungsi investasi dan
pertumbuhan tadi.
Kalau posisi Pemerintah demikian
penting dalam kaitan dengan fungsi investasi dan pertumbuhan ekonomi, maka
dapat dikatakan bahwa Pemerintah memang mesti melakukan lebih banyak hal dalam
menciptakan kebijakan agar pertumbuhan ekonomi yang salah satu pendorongnya
ialah investasi dapat diarahkan lebih fokus pada upaya mengatasi persoalan
ketimpangan tadi. Dalam kerangka berpikir inilah kita ingin menekankan
pentingnya melakukan apa yang disebut sebagai rekayasa pertumbuhan ekonomi.
Pertanyaan yang muncul kemudian
ialah bagaimana melakukan rekayasa dimaksud? Jawabnya ialah menciptakan
kebijakan yang mendorong dilakukakannya investasi ke sektor-sektor yang
sifatnya padat karya. Bagaimana strateginya? Untuk menjawab pertanyaan ini,
kita perlu memahami sistem perekonomian kita di mana salah satu pemain penting
di dalam keseluruhan sistem itu ialah BUMN. Elemen BUMN menarik disorot
menyusul terjadinya perubahan pendekatan Pemerintah terhadap entitas bisnis
negara itu. Seperti diketahui, dukungan Pemerintah kepada BUMN melalui
instrumen skema Penyertaan Modal Negara (PMN) makin besar. Menurut Menkeu Sri
Mulyani, jumlah PMN dalam APBN tahun 2015 dan 2016 mencapai Rp115 triliun.
Harapan rakyat terkait besarnya suntikan modal kepada BUMN tadi tentu saja
ialah agar BUMN dapat mengambil peran yang lebih besar dan konstruktif dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengatasi persoalan-persoapan ekonomi lainnya
yang tengah mendera rakyat, termasuk ketimpangan yang kian melebar itu.
Besarnya suntikan modal tadi
sebetulnya dapat pula dikaitkan dengan visi reindustrialisasi yang dikemukakan
oleh ekonom Hendri Saparini belum lama ini. Corak industrialisasi atau
reindustrialisasi dapat juga ditentukan oleh Pemerintah melalui instrumen
kebijakan. Di sisi inilah Pemerintah dapat hadir baik sebagai pembuat kebijakan
yang pro rakyat dan sekaligus sebagai pelaku melalui elemen BUMN tadi. Poin
yang ingin ditekankan di sini ialah bahwa sebagai elemen negara, BUMN mesti
didorong dan diarahkan agar mengambil peran yang makin besar dalam industrialisasi
padat karya, bukannya mengikuti tren investasi pada modal. Apa yang disebut
sebagai “tipe baru investasi” mesti diterjemahkan sebagai investasi yang mampu
membuka banyak lapangan kerja baru sebagai cara mendorong pertumbuhan seraya
mengurangi tingkat kesenjangan.
REFERENCE:
http://www.businessnews.co.id/headline/rekayasa-pertumbuhan-ekonomi.php
Tidak ada komentar:
Posting Komentar