Minggu, 04 Desember 2016

REKAYASA PERTUMBUHAN EKONOMI

Rekayasa pertumbuhan ekonomi adalah menarik mencermati pendapat Wakil Presiden Senior Bank Dunia Paul Romer yang intinya kira-kira mengatakan bahwa bila pemerintah mengambil tanggung jawab dengan mengarahkan tipe baru investasi yang membuat seluruh kalangan masyarakat dapat memiliki kesempatan untuk belajar maka ada kemungkinan untuk mempertahankan pola pertumbuhan melalui kesetaraan.
Dari pendapat di atas tampak bahwa Bank Dunia mencoba mengarahkan sorotannya pada peran pemerintah dalam menciptakan kebijakan investasi agar pertumbuhan yang diciptakannya memberikan dampak positif-konkret bagi upaya mengatasi ketimpangan. Bank Dunia tampaknya memahami persoalan yang dihadapi negara-negara berpenghasilan menengah yang walaupun berhasil menjaga ritme pertumbuhan namun gagal mengatasi jurang ketimpangan. Apa yang tengah dihadapi Indonesia hingga hari ini secara jelas menunjukkan sebuah contoh nyata gagalnya investasi dan pertumbuhan mengatasi realitas ketimpangan yang kian mengkhawatirkan.
Maka, penting menggaris-bawahi pandangan Bank Dunia tersebut dalam apa yang disebutnya “tipe investasi baru”. Apa yang kita disebut sebagai optimalisasi fungsi investasi dalam mengatasi realitas ketimpangan di tengah pertumbuhan yang menjanjikan sesungguhnya bertolak dari keprihatinan yang sama, yakni kian lebarnya jurang ketimpangan itu, yang terbaca pada Rasio Gini berada di angka 0,40. Belum lagi kita bicara soal kemiskinan, pengangguran dan masalah-masalah sosial ekonomi lainnya yang keseluruhannya bermuara pada isu dipertanyakannya fungsi investasi dan pertumbuhan tadi.
Kalau posisi Pemerintah demikian penting dalam kaitan dengan fungsi investasi dan pertumbuhan ekonomi, maka dapat dikatakan bahwa Pemerintah memang mesti melakukan lebih banyak hal dalam menciptakan kebijakan agar pertumbuhan ekonomi yang salah satu pendorongnya ialah investasi dapat diarahkan lebih fokus pada upaya mengatasi persoalan ketimpangan tadi. Dalam kerangka berpikir inilah kita ingin menekankan pentingnya melakukan apa yang disebut sebagai rekayasa pertumbuhan ekonomi.
Pertanyaan yang muncul kemudian ialah bagaimana melakukan rekayasa dimaksud? Jawabnya ialah menciptakan kebijakan yang mendorong dilakukakannya investasi ke sektor-sektor yang sifatnya padat karya. Bagaimana strateginya? Untuk menjawab pertanyaan ini, kita perlu memahami sistem perekonomian kita di mana salah satu pemain penting di dalam keseluruhan sistem itu ialah BUMN. Elemen BUMN menarik disorot menyusul terjadinya perubahan pendekatan Pemerintah terhadap entitas bisnis negara itu. Seperti diketahui, dukungan Pemerintah kepada BUMN melalui instrumen skema Penyertaan Modal Negara (PMN) makin besar. Menurut Menkeu Sri Mulyani, jumlah PMN dalam APBN tahun 2015 dan 2016 mencapai Rp115 triliun. Harapan rakyat terkait besarnya suntikan modal kepada BUMN tadi tentu saja ialah agar BUMN dapat mengambil peran yang lebih besar dan konstruktif dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan mengatasi persoalan-persoapan ekonomi lainnya yang tengah mendera rakyat, termasuk ketimpangan yang kian melebar itu.
Besarnya suntikan modal tadi sebetulnya dapat pula dikaitkan dengan visi reindustrialisasi yang dikemukakan oleh ekonom Hendri Saparini belum lama ini. Corak industrialisasi atau reindustrialisasi dapat juga ditentukan oleh Pemerintah melalui instrumen kebijakan. Di sisi inilah Pemerintah dapat hadir baik sebagai pembuat kebijakan yang pro rakyat dan sekaligus sebagai pelaku melalui elemen BUMN tadi. Poin yang ingin ditekankan di sini ialah bahwa sebagai elemen negara, BUMN mesti didorong dan diarahkan agar mengambil peran yang makin besar dalam industrialisasi padat karya, bukannya mengikuti tren investasi pada modal. Apa yang disebut sebagai “tipe baru investasi” mesti diterjemahkan sebagai investasi yang mampu membuka banyak lapangan kerja baru sebagai cara mendorong pertumbuhan seraya mengurangi tingkat kesenjangan.








REFERENCE:

http://www.businessnews.co.id/headline/rekayasa-pertumbuhan-ekonomi.php

Tidak ada komentar:

Posting Komentar